Kupang, seputar-ntt.com – Badan Pusat Statistik (BPS) resmi melaksanakan program Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) pada 15 Oktober 2022. Pendataan ini akan berlangsung hingga 14 November 2022. Pada hari pertama, Sabtu (15/10), petugas BPS mendatangi keluarga Jefri Riwu Kore di Hotel Maya.
Pantauan media ini, pada kesempatan itu, hadir langsung Kepala BPS Provinsi NTT, Matamira B. Kale dan Inspektur Wilayah III BPS RI, Jamason Sinaga serta puluhan petugas sensus. Tampak hadir Jefri Riwu Kore bersama istri yang juga anggota DPD RI, Hilda Riwu Kore Manafe, JN Manafe, Ebet Manafe dan anggota keluarga lainnya.
Jefri Riwu Kore (Jeriko) kepada awak media mengatakan program pendataan ini merupakan langkah tepat yang dilakukan pemerintah. Oleh karena itu, sebagai masyarakat dirinya sangat mendukung langkah ini.
“Regsosek sebagai langkah pemerintah membuat satu data, sehingga misalnya ada bantuan sosial, maka diberikan kepada orang yag tepat. Selama ini masih ada informasi yang tidak jelas, sehingga bisa bentrok di masyarakat,” ujar Jeriko.
Mantan Wali Kota Kupang ini mengatakan melalui pendataan ini semua data sosial ekonomi masyarakat menjadi lengkap dan bisa digunakan untuk mendukung berbagai program pembangunan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemda.
Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat mendukung proses pendataan ini dengan memberikan data yang lengkap dan valid. “Dengan data ini tergambar dengan baik kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah. Dengan data ini semua akan jadi transparan. Dan nanti data-data ini akan dipakai oleh pemeritnah, baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota untuk berbagai program sehingga tepat sasaran,” jelas mantan anggota DPR RI dua periode ini.
Kepala BPS Provinsi NTT, Matamira B. Kale mengatakan pendataan dilakukan selama 1 bulan, terhitung 15 Oktober sampai 14 November 2022. Untuk NTT, diterjunkan 9.772 petugas sensus. Pendataan ini dilakukan di tiap kepala keluarga.
Petugas yang diterjunkan ke lapangan sebelumnya telah dilatih. Data-data yang dihimpun petugas nantinya akan di-entry dan divalidasi. “Sesudah beres, kemudian dilakukan pemetaan sesuai urutan-urutan skala ekonominya. Diurutkan dari yang paling miskin sampai yang paling kaya,” kata Matamira.
Ia mengatakan, hasil pemetaan ini nantinya dibawa dalam forum komunikasi publik (FKP) sehingga data-data ini diuji publik. “Ditanyakan ke publik apakah sudah sesuai. Dilakukan semacam diskusi antara kepala desa dan semua masyarakat. Kalau sudah, datanya disesuaikan. Nanti hasilnya diserahkan ke Bappenas,” jelasnya.
Ia menyebutkan, data-data yang diambil dari masyarakat adalah kondisi sosial ekonomi, demografis, seperti kondisi perumahan, sanitasi, kondisi kelompok kerentanan khusus, termasuk informasi geospasial. “Jadi lokasi rumah di-tracking sehingga dapat titiknya. Tingkat kesejahteraan, seperti aset, usaha, dan rata-rata pengeluaran sebulan, dan informasi sosial ekonomi yang lain,” sebut Matamira.
Sementara itu, Inspektur Wilayah III BPS RI, Jamason Sinaga, mengatakan pendataan ini akan menghasilkan basis data sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Data-data yang dikumpulkan akan menjadi satu basis data dan akan dibagipakaikan pada kementerian/lembaga yang membutuhkan.
“Kalau ada program-program yang berjalan, nanti dengan adanya data ini apakah tepat sasaran dan efektif, nanti bisa kita lihat lewat data ini. Ke depan data tidak tumpang tindih. Dengan adanya basis data yang diterima semua pihak seperti itu akan mengurangi beban pengumpulan data. Karena pengumpuan data juga mahal,” ujarnya.
Jamason juga menegaskan, data-data ini akan terus dimutakhirkan sehingga bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat. Bappenas sebagai pengelola data nantinya akan meng-update data ini sehingga bisa dipakai oleh semua instansi, termasuk pemerintah daerah sampai ke tingkat desa.
“Dalam satu bulan kita menjangkau seluruh keluarga di Indonesia dengan melatih sekitar 400 ribu tenaga untuk pendataan saja. Nanti untuk pengolahan ada lagi 130 ribu tenaga. Jadi harapannya satu bulan ini bisa,” ujarnya.
Anggota DPD RI asal NTT, Hilda Riwu Kore Manafe berharap semua masyarakat terlibat aktif dalam pendataan ini. Tidak boleh ada keluarga yang terlewati. Selain itu, ia meminta agar tidak boleh ada data yang direkayasa. “Jangan ada rekayasan data sehingga bisa meminimalisasi kepentingan-kepentingan tertentu, sehingga tidak terjadi konflik atau bentrok dalam pembagian bansos misalnya. Kita harapkan dengan data yang valid menjadi acuan bagi pemerintah,” kata Hilda.
Menurutnya, dengan satu data yang sama dan valid, semua program pemerintah tepat sasaran. Ia juga berharap, tidak saja pendataan di bidang sosial ekonomi, tapi ke depan bisa melakukan pendataan di bidang yang lain. (*)