Menakar Para Cagub NTT, Kenapa Harus SPK?

  • Whatsapp

Kupang, seputar-ntt.com – Salah satu perbedaan mencolok antara Simon Petrus Kamlasi atau SPK dibanding Emanuel Melkiades Laka Lena atau Melki dan Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy adalah SPK mengorbankan pangkatnya yang dia raih sendiri dengan susah payah lalu mengorbannyanya demi rakyat NTT, sementara Melki dan Ansy adalah dua sosok yang rela meninggalkan kepercayaan rakyat NTT demi meraih mimpi mereka sendiri.

Kekuasaan itu candu yang bisa meruntuhkan nurani. Untuk meraihnya, kadangkala seseorang harus menempuh jalan salib. Ada juga yang terlena dengan gemerincing 30 keping perak. Segala cara bisa dihalalkan untuk memperoleh kekuasaan. Apalagi bagi mereka yang dahaga akan kekuasaan. Apapun mereka lakukan termasuk meninggalkan rakyat yang telah memilih dan mengutusnya untuk mewakili suara mereka di parlemen.

Hal lain yang membedakan Simon Petrus Kamlasi dengan dua calon gubernur lainnya adalah upaya yang mereka lakukan hingga berada pada posisi saat ini. Menjadi calon gubernur yang akan memimpin NTT lima tahun kedepan. Simon Petrus Kamlasi adalah perwakilan anak desa yang dengan upaya maksimal bisa meraih posisi tertentu lewat usaha sendiri. Dia anak yang lahir dari desa lalu harus belajar keras untu bisa meraih cita-citanya.

Simon Petrus Kamlasi harus meninggalkan kampung halaman tercinta sejak lulus SMP dan kembali dengan bintang yang bersinar di pundak, sebagai seorang tentara dengan pangkat Brigadir Jenderal. Orang Timor asli yang pertama mendapatkan pangkat bintang satu di TNI Angkatan Darat. Sementara dua lawannya di Pilgub NTT tidak memiliki sejarah heroik seperti Simon Petrus Kamlasi. Mereka menyelesaikan pendidikan di jalur yang biasa saja. Sementara Simon Petrus Kamlasi berhasil masuk SMA Taruna Nusantara angkatan pertama. Yang sekolah di sana adalah manusia-manusia super yang cerdas. Dia juga masuk Akademi Militer yang juga tidak gampang untuk bisa masuk ke sana.

Dalam dunia politik, Simon Petrus Kamlasi masih tergolong bayi yang baru lahir kemarin sore. Masih anak bawang kata orang. Sementara dua calon gubernur lainnya sudah malang melintang di dunia politik. Melki Laka Lena misalnya sudah pernah maju sebagai calon wakil gubernur NTT mendampingi Ibrahim Agustinus Medah yang kala itu menjadi Ketua DPD I Partai Golkar NTT. Mereka kalah dari Frans Lebu Raya di Pilgub waktu itu. Tahun 2018 Melki Laka Lena yang sudah berhasil menggulingkan Iban Medah dari Ketua Golkar NTT lalu berkeinginan maju. Langkahnya terhenti saat Viktor Laiskodat maju dan Melki tak berdaya. Melki Laka lena hanya bisa menjadi juru kampanye bagi Viktior Laiskodat Laiskodat. Jika ada yang lantang mengatakan Viktor Laiskodat itu banyak minusnya, maka jangan lupa pada mereka yang juga menjadi juru kampanye wasktu lima tahun lalu. Pada Pemilu tahun 2019, Melki Laka Lena terpilih menjadi Anggota DPR RI, dari Dapil NTT 2.

Sepak terjang Melki Laka Lena kian cemerlang ketika dia menjadi Wakil Ketua Komisi IX di DPR RI. Tahun 2024 Melki Laka Lena terpilih kembali menjadi anggita DPR RI dari Dapil NTT 2. Tapi hasratnya untuk menjadi gubernur NTT tidak pernah sirna. Dia memilih mundur dari DPR RI dan memberikan kursinya ke Rudi Kabunang. Melki kembali kepada rakyat yang baru saja memilihnya menjadi DPR RI untuk menjadikan dirinya sebagai Gubernur NTT. Apakah nanti rakyat masih percaya? Kita tunggu satu pekan lagi. Jadi sekali lagi, dalam dunia politik, Melki Laka Lena adalah pemain lama jika disandingkan dengan Simon Petrus Kamlasi yang baru beberapa bulan lalu memilih mundur dari TNI dengan pangkat Brigadir Jenderal untuk mendedikasikan diri sepenuhnya bagi rakyat NTT. Simon Petrus Kamlasi belum pernah meminta suara rakyat NTT sementara baru bulan Februari lalu Melki Laka Lena dan Ansy Lema diberi kepercayaan oleh rakyat menjadi anggota DPR RI tapi mereka memilih mundur setelah dipilih rakyat.

Demikian juga jika Simon Petrus Kamlasi dibandingkan dengan Ansy Lema dalam dunia politik. Sebelum terjun ke dunia politik dan menjadi Anggota DPR RI, Ansy Lema adalah aktivis 98. Memiliki kemampuan komunikasi yang tak biasa. Menjadi mentor dan penasehat politik bagi kandidat Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok. Walaupun pada akhirnya Ahok harus menelan pil pahit pada Pilkada DKI yang keras. Pada Pemilu Legislatif tahun 2019, Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema terpilih dari Dapil NTT 2 sebagai Anggita DPR RI. Dia lalu duduk di komisi IV yang membidangi pertanian. Itulah sebabnya saat dia menjadi Anggota DPR RI banyak bantuan peralatan pertanian yang dia bagikan kepada petani NTT.

Ketika Melki dan Ansy sudah malang melintang di dunia politik, Simon Petrus Kamlasi masih hidup di tengah kesulitan rakyat. Sebagai seorang tentara yang manunggal dengan rakyat, dia sudah terbiasa menghadapi berbagai kesulitan yang dialami oleh rakyat yang hidup di pedalaman. Kesulitan itu telah membentuknya menjadi pribadi yang tidak cakap berbasa-basi tapi sebagai pekerja dan eksekutor. Berangkat dari kesulitan yang dia temui di lapangan saat bertugas itulah maka Simon Petrus Kamlasi dengan keahlian yang dia miliki lalu menjadi inisiator pembuatan pompa hydram untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi masyarakat. Dia mampu memanfaatkan dana secara efisien yang ada sehingga jumlah pompa hydram menjadi lebih banyak.

Saat maju menjadi calon Gubernur NTT, Simon Petrus Kamlasi yang berpasangan dengan Adrianus Garu menempatkan air sebagai program utama yang akan menggerakan pertanian di NTT. Lewat pemenuhan kebutuhan air, dia juga ingin menurunkan stunting di NTT serta menjamin kesehatan ibu dan anak. Simon Petrus Kamlasi sadar bahwa salah satu indikator dari kemiskinan ekstrim itu adalah kebutuhan akan air bersih yang tidak tersedia. Saat dia kampanye tentang air, banyak orang yang mencibir. Menganggap itu program biasa saja. Mereka lupa jika tanpa air mereka akan mati. Sementara SPK sadar bahwa setiap yang hidup membutuhkan air. Tak hanya manusia, tumbuhan dan hewanpun membutuhkan air untuk hidup. Itulah kenapa dia menjadikan air sebagai program unggulan. Dia paham soal air. Dia paham bagaimana air dalam lembah bisa dibawa ke dalam kampung dan kebun masyarakat lewat teknologi pompa hydram yang dia kerjakan waktu aktif di TNI. Dia juga mau mengendalikan air hujan untuk bisa bertahan di daratan lewat banyak embung dan jebakan air. Jika itu dalam film maka SPK bisa menjadi Avatar yang mampu mengendalikan air.

Dari Tiga Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang saat ini hadir di kancah politik NTT, hanya pasangan Simon Petrus Kamlasi dan Adrianus Garu yang sejak muncul ke permukaan dan diketahui publik tidak pernah berganti pasangan. Walaupun banyak rintangan agar pasangan ini bisa berubah tapi SPK dan AG tidak mau berpisah. Sementara Dua kandidat lainnya baru resmi menjadi pasangan setelah sekian banyak drama yang terjadi. Pasangan Melki-Johni misalnya. Mereka baru bersatu setelah keduanya terkunci oleh partai politik dan Johni Asadoma harus rela menjadi calon wakil gubernur, walauoun hingga saat ini masih banyak baliho Johni Asadoma yang terpampang sebagai Bakal Calon Wakil Gubernur NTT. Sejumlah figur pernah disandingkan dengan Melki Laka Lena untuk menjadi pasangan calon dan dilansir banyak media. Demikian juga dengan Johni Asadoma. Tapi akhirnya mereka harus menerima kenyataan untuk bersatu jika tetap ingin maju di Pilgub NTT.

Hal yang sama juga terjadi pada Ansy Lema. Berpasangan dengan Jane Natalia Suryanto itu terjadi di menit-menit akhir saat hendak mendaftar ke KPU. Mereka berjodoh dalam kesempatan yang sempit. Ansy Lema bahkan hampir saja tidak bisa maju jika Jane Natalia tidak keluar dari PSI lalu membawa partai Hanura untuk bisa bersanding menuju Pilgub NTT. Semua Partai telah diborong Melki Laka Lena. Untung Hanura berani menarik diri dan mendukung Jane Natalia. Jika tidak, maka peta kontestasi Pilgub NTT tidak seperti yang kita lihat saat ini.

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT sudah tinggal menghitung hari. Tiga pasangan telah berjalan keliling menawarkan program hingga memamerkan kedekatan. Rakyat tentu telah melihat siapa yang mereka anggap pantas memimpin NTT. Apakah tentara aktif dengan pangkat Brigadir jenderal yang mundur untuk bekerja bagi arkyat atau dua politisi yang telah diberi kepercayaan oleh rakyat untuk mewakili mereka di senayan tapi memilih mundur untuk mewujudkan keinganan mereka sendiri dengan mengorbankan pilihan dan kepercayaan rakyat yang telah mereka perolah pada pemilu legislatif pada 14 Februari 2024 lalu. Kita tunggu saja. Tak sampai satu purnama lagi. Hanya tinggal sepekan saja. (joey rihi ga)

Komentar Anda?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *