Studi Kasus Pada Masyarakat di Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur
A. PENDAHULUAN
Kekerasan terhadap perempuan (KtP) sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah yang menarik dan banyak diperbincangkan oleh kalangan praktisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi dan masyarakat luas. Hal ini dilatar belakangi adanya tuntutan peran perempuan yang semakin kompleks seiring dengan perkembangan jaman yang cenderung lebih memperhatikan Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) tanpa melihat atau membedakan jenis kelamin.
Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, Provinsi Nusa Tenggara Timur tercatat sebagai propinsi di kawasan Indonesia Timur yang memiliki angka KtP tertinggi sebanyak 677 kasus. Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi NTT (2018) juga menunjukkan bahwa jumlah kasus KtP di Provinsi NTT tahun 2016 sampai dengan 2017 mengalami peningkatan. Pada tahun 2016 jumlah KtP sebesar 384 kasus dan pada tahun 2017 jumlah KtP sebesar 604 kasus. Dari 604 kasus tersebut, jumlah korban berdasarkan tempat kejadian yang paling tinggi berada pada area rumah tangga sebesar 355 kasus.
Kabupaten Flores Timur merupakan salah satu kabupaten yang belum memasukkan data KtP ke dalam SIMFONI (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi NTT. DP3A Provinsi NTT juga menyatakan bahwa Flores Timur merupakan salah satu kabupaten di Provinsi NTT yang belum memiliki Perda/PerBup yang berkaitan dengan perlindungan perempuan terhadap tindak kekerasan dan belum membentuk P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) untuk penanganan kasus/pelayanan korban. Kota Larantuka di pilih untuk melakukan pengkajian strategis ini disebabkan secara angka menunjukkan tingkat KtP yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun dengan mayoritas kasus yang ditangani berasal dari kecamatan Larantuka.
Tujuan pengkajian strategis ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang terjadi pada masyarakat di Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur, mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang terjadi pada masyarakat di Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur, serta mengetahui dan menjelaskan upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang terjadi pada masyarakat di Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur.
B. METODOLOGI
Jenis pengkajian strategis ini adalah kualitatif, sifatnya studi kasus, dengan metode deskriptif, dilaksanakan di DP3A dan P2TP2A Provinsi NTT serta di kota Larantuka Kabupaten Flores Timur, menggunakan 14 informan yang dipilih secara purposive sampling.
Analisis data yang digunakan yaitu analisis data kualitatif. Setelah data dianalisa maka dimulai tahap interpretasi atau penafsiran data. Keabsahan/validasi data kajian ini dilakukan dengan triangulasi yaitu triangulasi sumber data.
C. PEMBAHASAN/ANALISIS
Sesuai dengan hasil analisis terhadap data primer dan data sekunder yang dikumpulkan pada tingkat Provinsi dan Kabupaten Flores Timur maka dideskripsikan sebagai berikut:
1. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang terjadi pada masyarakat di Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur.
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang terjadi pada masyarakat di Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur ada 2 (dua) yaitu:
a. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik yaitu tindakan yang bertujuan untuk melukai, menyiksa atau menganiaya orang lain, dengan menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan, kaki) atau dengan alat-alat lain. Tindakan tersebut mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit dan luka berat berat (Harnoko, 2010).
Kasus KDRT terhadap perempuan berupa kekerasan fisik yang diperoleh dari data PPA Polres Flores Timur untuk tahun 2015 s/d Agustus 2018 terdapat 28 kasus, sedangkan data dari LK3 Kabupaten Flores Timur tahun 2013-2017 terdapat 28 kasus yang ditangani. Kekerasan fisik yang dialami oleh para korban tersebut berupa tamparan; pemukulan baik menggunakan tangan maupun benda tumpul lain seperti batu, helm, kayu, gagang sapu; pencekikan, penjambakan rambut, dan penginjakan. Kekerasan tersebut sudah berulang kali terjadi sehingga korban akhirnya memberanikan diri untuk melapor (LK3 Kabupaten Flores Timur, 2018).
b. Penelantaran rumah tangga
Penelantaran rumah tangga yaitu dalam bentuk penelantaran ekonomi dimana tidak diberi nafkah secara rutin atau dalarn jumlah yang cukup, membatasi atau melaranguntuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban di bawah kendali orang tersebut (Soeroso, 2010).
Berdasarkan data kasus KDRT terhadap perempuan berupa penelantaran rumah tangga yang diperoleh dari PPA Polres Flores Timur untuk tahun 2017 s/d Juli 2018 terdapat 11 kasus, sedangkan data dari LK3 Kabupaten Flores Timur tahun 2013-2017 terdapat 13 kasus yang ditangani. Penelantaran yang dialami oleh para korban berupa tidak di beri nafkah lahir dan batin selama beberapa bulan maupun bertahun-tahun disebabkan adanya wanita lain maupun karena merantau (LK3 Kabupaten Flores Timur, 2018).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang terjadi pada masyarakat di Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur
Faktor-faktor yang mempengaruhi/menyebabkan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang terjadi pada masyarakat di Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur ada 4 (empat) sebagai berikut:
a. Faktor Cemburu dan Selingkuh
Kedua faktor ini merupakan penyebab tertinggi terjadinya kasus KDRT di Kabupaten Flores Timur dan mayoritas disebabkan oleh media sosial. Sebagian besar informan yang diwawancarai mengatakan bahwa media social merupakan pemicu/penyebab utama timbulnya cemburu dan perselingkuhan yang sedang marak terjadi beberapa tahun terakhir ini dan mengakibatkan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga, baik kekerasan fisik maupun penelantaran. Dari data PPA Polres Flores Timur tahun 2017 s/d Juli 2018, motif terjadinya kekerasan fisik dan penelantaran terhadap korban yaitu perselingkuhan dan cemburu.
b. Faktor Ekonomi
Beberapa informan yang diwawancarai mengatakan bahwa salah satu bentuk kekerasan fisik pada umumnya disebabkan persoalan ekonomi. Persoalan ekonomi ini juga yang menyebabkan suami/istri pergi merantau yang pada akhirnya menimbulkan penelantaran rumah tangga, akan tetapi ada juga yang disebabkan penghasilan istri yang lebih tinggi/penghasilan istri yang memenuhi semua keperluan rumah tangga sehingga apabila timbul masalah dan istri menghina, mencela, bahkan memaki-makinya dengan menyinggung penghasilan tersebut maka suami tersinggung dan berujung pada kekerasan fisik.
c. Faktor budaya masyarakat
Beberapa informan yang diwawancarai menyetujui bahwa budaya patriarkhi merupakan salah satu penyebab terjadinya KDRT terhadap perempuan. Keadaan yang terjadi pada masyarakat Flores Timur, baik dari segi rapat adat, harus memiliki anak laki-laki, bahkan apabila istri hanya menikah adat dan ditinggalkan/diterlantarkan tidak akan bisa berbuat apa-apa terhadap nasib dan kejelasan statusnya apabila pihak keluarga laki-laki tidak datang untuk menyelesaikan secara adat. Korban juga tidak bisa menikah lagi/bercerai apabila ada anak karena takut berpisah dengan anaknya, secara adat anak akan diambil oleh pihak keluarga laki-laki apabila orangtuanya berpisah, istilahnya “Kenetu”.
d. Faktor Kesadaran Masyarakat
Di Kota Larantuka sendiri untuk UU PKDRT dan perlindungan anak sudah sangat familiar karena dari berbagai pihak sudah berbicara seperti LSM, pemerintah, gereja, bahkan apabila mereka melihat ada bapak-bapak yang berkelakuan agak kasar sedikit mereka bilang ‘hati-hati ada UU KDRT’, akan tetapi apabila nanti menimpa pada diri mereka sendiri tidak berani untuk melaporkan karena terbentur pada budaya. Tetangga korban kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga di Kabupaten Flores Timur pun enggan untuk melaporkan kekerasan yang terjadi apabila tidak ada hubungan keluarga.
3. Upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang terjadi pada masyarakat di Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur.
• Upaya pencegahan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang terjadi di Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur dan dilakukan oleh sebagian besar OPD terkait maupun Lembaga sosial/keagamaan/adat yaitu :
a. Dengan cara sosialisasi kepada masyarakat di tingkat kecamatan, kelurahan/desa, dan di gereja pada saat kursus pernikahan.
b. Pendampingan terhadap korban kekerasan dan pelatihan keterampilan bagi perempuan buta aksara, serta bimbingan manajemen usaha bagi perempuan kepala keluarga dalam mengelola usaha dilakukan oleh Dinas P2KBP3A Kabupaten Flores Timur, akan tetapi semua program tersebut tidak diakomodir lagi oleh Pemda karena ada pengetatan anggaran. Kegiatan-kegiatan khusus perempuan dan kursus keterampilan tertentu yang hanya untuk anak perempuan juga dilaksanakan oleh komisi gender dan pemberdayaan perempuan di Katedral.
c. Pelayanan korban kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Flores Timur oleh LK3 berupa pencegahan, pengembangan/pemberdayaan, rehabilitasi, perlindungan, informative, rujukan, dan pendampingan; sedangkan Polres Kabupaten Flores Timur hanya berupa perlindungan hukum, akan tetapi para korban pada saat melapor diberikan informasi dan konsultasi terlebih dahulu mengenai permasalahan yang dialami dari segi hukum sehingga dapat memutuskan tindakan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan proses hukumnya.
• Upaya pencegahan yang direncanakan ke depannya terhadap perempuan dalam rumah tangga yang terjadi di Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur :
a. Dinas P2KBP3A Kabupaten Flores Timur : sudah merencanakan dan membuat draft untuk Perda Perlindungan Perempuan maupun pembentukan P2TP2A, akan tetapi karena keterbatasan pagu anggaran sehingga belum terbentuk.
b. Polres Kabupaten Flores Timur dan tokoh masyarakat/tokoh adat/tokoh agama : berupa sosialisasi intens ke masyarakat.
c. LK3 Kabupaten Flores Timur: mencoba berproses dengan Pemda untuk mendapatkan backup anggaran sehingga pelayanan terhadap korban kekerasan dapat tetap berjalan dengan maksimal.
D. SARAN
1. Pemerintah :
a. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi NTT perlu menyiapkan dukungan dana dan prasarana yang memadai sehingga program-program yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dapat dilaksanakan secara optimal dan diakomodir ke Kabupaten/Kota; membentuk atau memperkuat Forum Koordinasi Pencegahan dan Penanganan KTP yang sudah terbentuk baik di lingkup Provinsi maupun Kabupaten/Kota; melaksanakankoordinasi secara rutin baik melalui rapat/workshop untuk membahas kekerasan terhadap perempuandengan para stakeholder dan mitra terkait baik yang berada di wilayah Provinsi maupun Kabupaten/Kota untuk memperkuat komunikasi maupun evaluasi.
b. Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten Flores Timur perlu gencar melakukan usaha advokasi dan edukasi kepada para pengambil kebijakan, DPRD, dan TAPD mengenai gender dan Pengarusutamaan Gender (PUG).
c. Pemerintah provinsi NTT maupun kabupaten Flores Timur perlu menguatkan sistem data dan informasi tindak kekerasan terhadap perempuan secara terpusat, misalnya dengan membuat system data umum perkabupaten/kota, tidak melalui SKPD tertentu misalnya Badan Pemberdayaan Perempuan atau Dinas Sosial, sehingga para stakeholder maupun mitra terkait dapat mengakses dan memasukkan data untuk mengurangi dampak duplikasi kasus yang terlapor ke pusat.
d. Pemerintah provinsi NTT maupun kabupaten Flores Timur perlu melibatkan tokoh/lembaga adat di setiap Desa/Kabupaten/Kota untuk pencegahan, penanganan, dan penyelesaian kekerasan terhadap perempuan
e. Pemerintah Kabupaten Flores Timur perlu membentuk Perda/Perbup tentang perlindungan perempuan sebagai payung hukum dan panduan dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya pemerintahan dengan melibatkan tokoh/lembaga adat, membentukP2TP2A sebagai unit pelayanan terhadap korban kekerasan terhadap perempuan, serta memberikan dukungan dana dan prasarana bagi lembaga sosial, khususnya yang dibentuk oleh Pemerintah baik Pusat maupun Provinsi NTT, yang selama ini telah aktif melakukan pelayanan terhadap korban kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Flores Timur.
f. Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Flores Timur perlu memperkuat koordinasi secara rutin dengan para stakeholder dan mitra terkait dalam hal komunikasi, pencatatan data dan informasi serta evaluasi; program pelatihan keterampilan dan bimbingan manajemen usaha dalam mengelola usaha sebaiknya ditujukan kepada perempuan korban kekerasan juga, bukan hanya untuk perempuan buta aksara dan perempuan kepala keluarga saja.
g. Lembaga Kesejahteraan Keluarga (LK3) Kabupaten Flores Timur perlu gencar melakukan sosialisasi tentang profil lembaga dan program pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
h. Kepolisian perlu menambah jumlah Polwan (Polisi Wanita) yang telah dibekali keterampilan dan pengetahuan dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di setiap Polres/Polsek.
2. Peneliti dan akademisi terkait : perlu penelitian lanjutan terkait kekerasan terhadap perempuan, khususnya dalam rumah tangga, dengan obyek lokasi kajian yang berbedadi Provinsi NTT,untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.
3. Masyarakat : Tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan masyarakat perlu berperan aktif dalam hal pencegahan, penanganan, dan penyelesaian kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.
Tim Peneliti: Dewi Indah Susanty, Mikael Rajamuda Bataona, Nur Julqurniati
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi NTT
dan Universitas Katolik Widya Mandira Kupang
(Advetorial Kerjasama Balitbangda NTT dan seputar ntt)