Kalabahi, seputar – ntt.com – Usai dibebaskan di penjara Australia 2011 lalu, nelayan asal Desa Blangmerang Kecamatan Pantar Barat Laut Kabupaten Alor, Kasim K Magang (41), kaget dan baru mengetahui kalau Enny Anggrek kini menjabat Ketua DPRD Alor.
Kasim Magang ditangkap Angkatan Laut Australia di wilayah Pulau Pasir karena membawa 46 imigran gelap asal Pakistan dan Iran dari Madura.
“Awalnya saya diajak teman untuk mencari ikan di pulau Rote. Setelah 6 bulan bekerja, saya kemudian diajak lagi ke Madura menggunakan perahu motor pengangkut garam,” kata Kasim di Kalabahi, Senin 8/6/2020 petang.
Ia pun mengisahkan, saat tiba di Madura, dirinya tidak mengetahui jika perahu mereka telah disewa para imigran untuk dibawa ke Australia.
“Karena saya dibagian mesin jadi saya tidak tau tujuan mereka ini mau kemana. Saya hanya mengikuti arahan teman saja,” ucapnya.
Lanjutnya, setelah 3 hari 3 malam berlayar, mereka lalu ditangkap Angkatan Laut Australia di wilayah Pulau Pasir, belakang Pulau Rote.
“Setelah ditangkap, kami semua diangkut menggunakan speedboat untuk dibawa ke kapal angkatan laut Australia lalu dibawa lagi ke pelabuhan Darwin selama 2 hari 2 malam perjalanan. Sementara kapal kami diledakan,” jelas Magang.
Dikatakannya, selama dalam penjara, dirinya merasa sedih karena setiap hari hanya mengkonsumsi roti dan sayur mentah.
“Saya tidak biasa makanan begitu jadi saya hanya meneteskan air mata setiap kali mau makan. Kalau perlakuan sendiri, kami tidak pernah dipukul atau dikasari,” ungkap pria Blangmerang ini.
Kasim mengungkapkan, proses pembebasan dirinya tidak terlepas dari andil Enny Anggrek dan Pemerintah Daerah waktu itu, yang memfasilitasi sejumlah kegiatan melalui pengacaranya ketika mengumpulkan dokumentasi gambar, potret kehidupan dia dan kehidupan keluarganya di kampung hingga akhirnya ia bebas dari hukuman.
“Untuk itu saya sangat berterima kasih kepada semua yang telah membantunya hingga bisa bebas dan kembali ke kampung. Tanpa pertolongan mereka, nasib saya pasti sama dengan ketiga teman yang masih menjalani hukuman di Australia,” ujar Kasim.
Ayah 3 anak ini juga menyampaikan, niat bertemu Enny untuk mengucapkan selamat karena telah menjadi ketua DPRD Alor, seraya menyebut, saat dibebaskan dan tiba di bandara Australia, matanya ditutup sehingga terpikir olehnya jika ia akan menjalani hukuman mati atau penjara bawah tanah.
“Hari ini pertemuan kedua kami setelah saya bebas. Saya datang mau kasi ucapan selamat karena beberapa hari lalu Bapak Camat yang bilang kalau ibu yang tolong saya itu kini menjabat ketua DPRD. Saya pertama kali lihat ibu waktu nonton Hamid menyanyi di tv, spontan saya panggil-panggil tapi ibu tidak dilihat,” tuturnya sambil tersipu malu dan dan berucap kalau ia susah melupakan sosok Enny Anggrek.
Terkait kisah Kasim, Enny Anggrek menambahkan, apa yang terjadi adalah jalan Tuhan agar Kasim bisa bebas dari Pengadilan di Australia.
Waktu itu tahun 2011 lalu, kisah Enny Anggrek, dirinya tiba-tiba mendapat telepon dari seorang temannya di Jakarta yang menginformasikan ada orang Alor yang akan disidangkan di Pengadilan Australia karena kasus penyelundupan imigran gelap.
“Awalnya saya berpikir tidak mungkin, karena dirinya tahu nelayan dari Alor tidak pernah terlibat kasus semacam ini. Kemudian saya minta teman saya untuk mengecek secara detail, lalu teman saya mengabarkan bahwa ada 3 orang Rote dan 1 dari Alor,” ungkapnya.
Politisi PDI Perjuangan ini menjelaskan, upaya untuk meringankan warga Alor di Pengadilan mesti harus mendokumentasikan kondisi kehidupan keluarga warga tersebut di kampungnya.
“Dari teman, saya diperkenalkan dengan pengacara Kasim asal Swiss bernama Mr. Jey yang menguasai 15 bahasa di dunia,” kata Enny Anggrek, sambil mengatakan hatinya tergerak membantu karena sesuai motto partainya sebagai partai wong cilik.
Pasca perkenalan, sambungnya, pengacara tersebut bersama 2 wartawan termasuk Al Jazeera datang ke Alor untuk menuju Baranusa guna mendokumentasikan kondisi kehidupan keluarga Kasim.
“Saya menjemput mereka di Bandara, kemudian saya koordinasikan dengan Pemda minta bantuan speedboat. Besoknya saya mengantar mereka ke Baranusa. Di sana kami mendokumentasikan kampung, wawancara warga dan kondisi kehidupan keluarga Kasim sendiri. Setelah itu kami pulang Kalabahi dan mereka kembali Jakarta dan terus ke Australia untuk bersidang,” beber Anggrek.
Namun saat sidang, menurut Enny, masih ada data yang kurang, sehingga mereka kembali lagi ke Alor. Saya jemput dan saya urus semua sarana transportasi ke Baranusa untuk mengambil data pribadi Kasim dengan menyewa speedboat milik Dinkes Alor,” beber Enny Anggrek.
Selang beberapa waktu, ungkap Enny Anggrek, dirinya mendapat telepon dari pengacara Kasim, bahwa kliennya diputuskan bebas oleh pengadilan Australia dan segera dipulangkan ke Indonesia. Pengacara tersebut minta agar dirinya menjemputnya ketika tiba di Alor.
“Sopir saya yang ke Bandara Mali untuk menjemput Kasim, lalu diantar ke Kantor DPC PDIP Perjuangan. Kita sempat berceritra dan foto bersama di Kantor DPC PDIP, sebelum Kasim pulang Baranusa. Sejak saat itu kita dua tidak pernah bertemu, sudah 9 tahun baru hari ini kembali bertemu. Saya memang beberapa kali mencarinya tetapi tidak pernah bertemu,” tutup Enny Anggrek (*Pepenk).