“Lemun Cina” Kebanggaan Pulau Timor Yang Kini Tercecer

  • Whatsapp

Kupang, Seputar NTT.com- Jeruk Keprok atau yang biasa dikenal oleh masyarakat NTT dan Pulau Timor pada khususnya sebagai lemun cina, dulu menjadi kebanggaan dan kesohor di berbagai wilayah nusantara. Lemun Cina sempat menjadi komodoti perdagangan yang paling diburu karna cita rasa manisnya yang guruh serta buahnya yang besar. Namun kini lemun cina sudah semakin ditinggalkan oleh para pedagang atau “papalele” karna lemun cina tidak segenit dulu lagi. Cita rasanya juga tidak manis seperti puluhan tahun silam, kini bahakan terasa masam. Buahnya juga kini mengecil dan tidak menawan lagi. Dulu lemun cina berada diantara buah-buahan bergengsi seperti apel dan buah lain yang menjadi promadona. Tapi Kini lemun cina sudah sulit ditemukan dipasar dan tergeser di pinggir jalan. Tepatnya di trotoar jalan prototol di Kota Kupang. Bahkan ada yang tercecer di lampu merah untuk menanti rasa iba para pembeli. Begitu sedihkah nasib si lemun cina? Mau bukti bahwa lemun cina kini tercecer hingga trotoar? Beberapa waktu lalu, Seputar NTT mewawancarai seorang penjual lemun cina di lampu merah dekat Polda NTT.  Namanya Martha Ponu yang sementara ditemani anak bungsunya mengaku sementara sakit kepala. Dibagian kiri dan kanan keningnya ditempel salonpas untuk meredakan rasa sakit yang diderita. Lemun jualannya pun tidak banyak hanya ada Rp.100.000. Satu kumpul lemun cina berjumlah 5 buah dihargai Rp.10.000, dan saat itu ada 10 kumpul yang belum laku terjual. Untuk mendapatkan uang Rp.100.000 ungkap Martha, dirinya bisa berjualan dari pagi hingga petang. Padahal lemun cina dulunya adalah rebutan masyarakat, tapi entah apa kini mulai tak dilirik lagi. “Biasanya saya jual dari pagi hingga sore bisa dapat Rp.100.000 – 150.000,”ungkapnya. Lemun cina yang dijualnya adalah hasil kebun dari saudara laki-lakinya. Mereka terpaksa turun sendiri untuk menjual di Kota Kupang, karna tidak ada lagi papalele yang dating membeli dikampung. Selain itu kondisi jalan yang lebih bauk saat ini membuat pemilik kebun langsung menjajakan hasil kebunnya di Kota. Menurut Marta, mereka ada beberapa orang yang tersebar di beberapa sudut Kota Kupang untuk menjual lemun cina secara keroyokan. ‘Kita hanya bantu jual saudara laki-laki punya lemun saja. Nanti hasilnya kita bagi untuk kita pulang dan bisa beli beras,”katanya. Martha mengakui bahwa minat masyarakat untuk membeli lemun cina tidak seperti dulu lagi. Padahal katanya, dulu mereka tidak pernah turun kota untuk menjual langsung lemun cina, sebab sudah banyak papalele yang dating untuk menawarkan lemun cina dari pohon bahkan sebelum matang sekalipun. Memang waktu dulu, buahnya masih besar dan rasanya manis. “Dulu orang dating beli satu kebun walaupun masih muda. Mereka sudah kasih uang,”katanya. Apa yang menjadi tanda Tanya Martha Ponu bisa jadi mendaptkan jawaban dari Ruben Haba, salah satu warga yang kebetulan dating membeli satu kumpul lemun milik Martha. “Dulu lemun cina besar dan manis jadi orang beli juga puas, sekarang buahnya sudah kecil dan tidak manis lagi tapi harganya mahal,”kata Ruben. Menurut Ruben, seiring dengan perkembangan yang ada, berbagai buah dari luar sudah banyak didapati di Kota Kupang baik dari para penjual buah maupun di supermarked atau mall. Disisi lain katanya produksi lemun cina mengalami penurunan kualitas dan rasa. “dulu yang paling terkenal dari Soe itu adalah apel dan lemun cina. Sekarang apel sudah tidak ada lagi, dan lemun cina juga sudah kecil-kecil. Jangan sampai lemun cina Soe juga akan hilang seperti nasib buah apel yang terkenal itu,”katanya. Inilah kisah lemun cina yang kini tercecer, sehingga jika tidak ada intervensi pemerintah untuk menjaga keberadaannya serta meningkatkan kualitas produksi lewat ilmu dan teknologi yang ada, maka bukan hal yang mustahil jika lemun cina asal Soe akan menjadi dongeng bagi generasi selanjutnya. (Joey Rihi Ga)

Komentar Anda?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *