Dukung Asta Cita Prabowo–Gibran, NTT Siap Suplai Energi Terbarukan

  • Whatsapp

Kupang, seputar-ntt.com — Sejumlah akademisi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai arah kebijakan energi nasional di bawah kendali Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah selaras dengan arah kebijakan pemerintah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Asta Cita, terutama menuju transisi energi hijau dengan mendorong Energi Baru Terbarukan (EBT).

Pakar kebijakan publik Universitas Nusa Cendana, Prof. Dr. David B. W. Pandie mengatakan, target Presiden Prabowo memang ambisius dan optimistis. Namun hal tersebut dinilainya realistis jika didukung strategi yang tepat. “Menurut saya, kebijakan pemerintah saat ini sudah ke arah yang benar, tapi desain implementasi tahapannya perlu dikomunikasikan secara lebih jelas ke publik, apa yang dilakukan setiap tahap, apa indikator keberhasilannya,” ujar Prof David dalam Diskusi Kebijakan Publik Energi dengan tema “Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran dari Sudut Pandang Energi” di Kupang, NTT, Senin (3/11/2024).

Prof David menjelaskan, ada dua poin penting untuk mendukung swasembada energi yang tengah dikejar oleh pemeritah. Pertama, edukasi soal kondisi Indonesia saat ini yang tengah mengalami krisis akibat impor energi dan kebocoran subsidi energi. Sehingga masyarakat bisa menggunakan energi dengan bijak dan subsidi yang diberikan bisa tepat sasaran. Kedua, menggalang kekuatan perguruan tinggi untuk gencar melakukan riset EBT agar membangun generasi yang peduli dan solider terhadap energi.

“Ilmu kita harus kuat untuk hasilkan EBT sesuai kondisi lokal. Misalnya NTT, potensi panas bumi karena ring of fire. Tapi apakah ada program studi panas bumi? Tidak ada. Harus ada inisiasi perguruan tinggi membangun itu. Sumber daya manusia dulu yang diperkuat, jadi peran teknologi penting untuk mendorong energi terbarukan lebih cepat. Kalau tidak, transisi akan lama dan tidak berujung,” ucapnya.

Pakar energi dari Universitas Nusa Cendana, Prof Fredrik L. Benu menegasakan Provinsi NTT siap menjadi salah satu pusat suplai EBT nasional untuk mendukung agenda Asta Cita pemerintah. Dia membeberkan NTT memiliki tiga sumber energi strategis yang bisa menopang bauran energi nasional, yakni panas bumi, biomassa, dan energi surya serta angin. “NTT punya potensi besar. Flores sudah ditetapkan sebagai Flores Geothermal Island, Sumba sebagai Sumba Iconic Island, dan Timor sebagai Timor Biomass Island,” ujar Prof Fredrik.

Prof Fredrik menegaskan, diversifikasi energi menjadi kunci untuk mencapai target bauran energi 19–23 persen pada 2030 sesuai visi transisi energi dalam program Asta Cita Prabowo–Gibran. Provinsi NTT, kata dia, sudah memiliki berbagai diversifikasi energi untuk mencapai hal tersebut. “Swasembada energi itu soal kemampuan memasok energi sendiri, tidak bergantung dari luar. Untuk itu, EBT harus didorong serius dan masif,” katanya.

Menurutnya, suplai EBT dari NTT tidak hanya untuk kebutuhan lokal, tetapi juga berpotensi dikirim ke daerah lain seperti Jawa dan Bali. “NTT diharapkan memberi suplai energi baru terbarukan untuk Bali. Bahkan sudah ditawarkan juga untuk Jawa Timur dan Surabaya,” jelasnya.

Prof Fredrik menjelaskan saat ini sejumlah fasilitas PLTU di Timor telah menjalankan program co-firing biomassa dengan menggunakan chip kayu dari tanaman lokal seperti lamtoro dan gamal. Keduanya memiliki nilai kalor mendekati batubara namun dengan emisi jauh lebih rendah. Selain itu, dengan suplai biomassa dari NTT yang mencapai 20 ton per hari, Prof Fredrik menyebut pemerintah daerah bisa mendapatkan pendapatan daerah tambahan melalui skema perdagangan karbon. “Dari substitusi batubara dengan biomassa saja, bisa Rp2,8 miliar per bulan dari carbon trade. Tinggal kita perkuat regulasi daerahnya,” paparnya.

Dalam kesempatan yang sama, pakar ekonomi Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang, Dr. Frits Fanggidae menegaskan bahwa EBT berperan penting menurunkan biaya produksi dan mendorong daya saing UMKM. Sebab, listrik yang dihasilkan dari EBT harganya lebih murah, sehingga dapat menjadi intensif bagi UMKM di daerah. “EBT akan membuat biaya produksi turun. Kalau energi murah, efisiensi naik, kapasitas produksi tumbuh, dan daya saing meningkat,” ujarnya.

Pemerintah pun terus memperkuat ketahanan energi, terutama di Indonesia wilayah Timur. Terbaru, PT Pertamina Patra Niaga meresmikan Fuel Terminal Labuan Bajo di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Kamis (2/10/2025) dengan kapasitas 488 Kiloliter (KL). Selain itu, pemerintah juga mendorong Program Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) di Desa Winebetan, Langowan Selatan, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut). Sebanyak 112 rumah sekarang telah teraliri listrik.

Meski begitu, ia mengingatkan bahwa elektrifikasi melalui EBT bukan menjadi satu-satunya faktor yang membuat UMKM di daerah berkembang. Menurut dia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) perlu merangkul pihak lain agar peningkatan ekonomi bisa lebih maksimal setelah elektrifikasi 100 persen terjadi.

“Listrik saja tidak cukup. UMKM-nya harus dipersiapkan. Pemerintah perlu rangkul Kementerian UMKM agar industri kecil pindah ke desa-desa yang sudah terang,” tutur Fanggidae.(*)

Komentar Anda?

Related posts