Kupang, seputar-ntt.com – Kamaru panjang yang saat ini melanda wilayah NTT dan Kota Kupang akan memberi dampak buruk bagi persediaan air bersih bagi warga kota. Kota Kupang terindikasi krisis air, sementara musim kemarau masih panjang. Untuk itu PDAM Kota Kupang telah melakukan pemetaan daerah rawan air bersih untuk dilakukan langkah-langkah antisipatif.
“Ada 18 kelurahan di enam kecamatan yang ada di Kota Kupang yang terinikasi rawan air bersih. Kita sudah melakukan identifikasi dan pemetaan wilayah daerag krisis air, “kata Direktur PDAM Kota Kupang,Noldy Mumu kepada wartawan di Kupang, Kamis(27/8/2015).
Dia merincikan, dari 18 kelurahan yang krisis air, ada 73 yang akan menjadi perhatian PDAM Kota Kupang. Wilayah yang paling banyak memiliki titik krisis berada di Kecamatan Kelapalima dan Oebobo. Pemerintah Kota lewat Asisten I Kota Kupang telah melakukan langkah-langkah bersama PDAM Kota untuk mengantisipasi ketika terjadi krisis yang meresahkan masyarakat.
“Hasil indentifikasi yang kami lakukan, dari 18 kelurahan terdapat 73 titik yang dianggap sudah kritis akan air bersih. Ini masih data sementara. Kami telah meminta kepada Pemkot melalui Aisiten I agar ditambah waktu lagi untuk melakukan identifikasi. Kita diberi tambahan waktu satu minggu lagi untuk identifikasi” tuturnya.
Dia mengatakan, sangat penting untuk mengetahui secara pasti dan detail mengenai daerah yang rawan air, karena berkaitan dengan pendropingan iar bersih bagi warga. PDAM Kota akan bekerjasama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam melakukan distribusi air bagi warga.
“Kita akan layani semua warga kota yang memang berada diwilayah kritis. Kami tidak melihat apakah mereka pelanggan PDAM Kabupaten atau PDAM Kota. Mereka adalah warga Kota Kupang. Armada yang disiapkan kurang lebih 8 armada di antara dua mobil tengki milikPDAM, Dinas kebersihan, Sekwan dan BPBD,”jelasnya. (riflan hayon)
Krisis air bersih di Kota Kupang bermuka dua: (1) krisis otoritas pengelolaan air antara Kota Kupang n Kab Kupang soal aset dan (2) kritis teknis pengelolaan air. Krisis pertama yg bernuansa politis akan berpengaruh kpd penurunan tingkat kepuasan pelanggan akibat pelayanan yg tdk optimal. Kalo pemimpin sulit ‘bersatu’, korban primer adalah masyarakat! Krisis kedua, soal teknis, mesti dijelaskan secara tuntas, berapa sumber air yg digunakan utk melayani kebutuhan air bersih masyarakat Kota Kupang? Lokasi sumber air itu tepat berada di wilayah Kota Kupang or Kab Kupang? Kalo di wilayah Kota maka relatif lebih mudah diatasi. Kalo berada di lokasi Kab Kupang, maka ini yg akan jd masalah, karna diperparah oleh krisis pertama tsb. Apakah debit air yg menjadi sumber tsb dpt memenuhi kebutuhan air bersih warga Kota Kupang or tidak? Kalo debit tdk masalah, hingga musim kemarau, berarti ada tindakan pemanfaatan air ‘di tengah jalan’ shg kehilangan (loss) sangat tinggi. Kalo alasannya karna El Nino shg evaporasi (penguapan) tinggi akibat suhu yg relatif tinggi, jg bukan jawaban yg memuaskan. Kecuali, sumber mata airnya sangat ‘terbuka’ shg penguapan akan berjalan dgn cepat, yg menyebabkan kehilangan air yg besar dlm waktu relatif singkat. Selain itu, El Nino bukan ‘barang baru’ or pertama kali terjadi. Paling tdk, sdh 3-4 dasawarsa, isu El Nino telah diketahui n dipublikasi secara serius. Bahkan kalo mau jujur, El Nino thn 2015, bukanlah El Nino yg terparah, dibanding dgn tahn 1987/1988 n 1991/1992. Krisis air selalu terjadi tiap tahun, baik terjadi El Nino maupun tidak. Berarti, masalahnya bukan karna El Nino. Mnrt beta, penyebabnya karna adanya kedua krisis di atas. Utk mengatasi kedua krisis tsb, diperlukan inisiatif dr PDAM Kota Kupang sendiri or BPBD Kota Kupang/Lembaga Pemerhati Ketercukupan Air Bersih bagi Masyarakat /PT yg ada di Kota Kupang, utk menyelenggarakan semacam diskusi publik, shg pelanggan bisa memperoleh informasi yg akurat mengenai kejadian ‘krisis air’ yg dipublis oleh seputar-ntt.com. Kita bilang krisis air tp kita tdk menjelaskan apa penyebabnya? Kalo penyebabnya tdk diketahui, bagaimana kita bisa mencari-temukan solusi yg tepat? Akibat lebih lanjut, kejadian krisis air akan bermigrasi sbg ‘komoditas politik murahan’ yg tdk akan pernah ada solusi, bahkan cenderung destruktif.