Kalabahi, seputar-ntt.com – Terumbu karang di perairan Alor selama ini dikenal sebagai salah satu ekosistem laut dengan keanekaragaman hayati tinggi di Indonesia bagian timur.
Namun seperti banyak wilayah pesisir lainnya, kondisi terumbu karang di Alor tidak lepas dari tekanan yang datang secara bertahap dan berlapis, mulai dari perubahan iklim, dinamika oseanografi yang ekstrem, hingga aktivitas manusia yang belum sepenuhnya ramah lingkungan.
Pada 15 Desember 2025,Nautika Foundation bersama UPTD pengelola kawasan konservasi kembali melaksanakan kegiatan penanaman terumbu karang sebagai bagian dari program rehabilitasi ekosistem laut di Taman Perairan Kepulauan Alor.
Kegiatan ini merupakan rehabilitasi terumbu karang partisipatif batch kedua, setelah kegiatan serupa dilakukan pada Agustus sebelumnya.
Berbeda dengan pendekatan rehabilitasi yang bersifat sesaat, kegiatan ini dirancang sebagai proses jangka panjang yang melibatkan masyarakat lokal sebagai aktor utama.
Salah satu mitra lapangan utama dalam kegiatan ini adalah Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Bunga Bali, yang selama ini berperan dalam kegiatan surveilans dan pengawasan kawasan konservasi, khususnya di wilayah Desa Alor Besar.
Membangun Kapasitas Masyarakat Sebagai Penjaga Ekosistem
Dalam pelaksanaan rehabilitasi ini, anggota Pokmaswas Bunga Bali tidak hanya dilibatkan sebagai tenaga lapangan, tetapi juga melalui proses pelatihan teknis.
Mereka dibekali pemahaman mengenai prinsip dasar rehabilitasi terumbu karang, cara pembuatan struktur rehabilitasi, hingga tahapan penanaman dan perawatan karang.
Metode rehabilitasi yang digunakan adalah Reef Star, yaitu struktur baja berbentuk heksagonal yang dirancang untuk menopang fragmen karang dan menciptakan ruang tumbuh bagi terumbu karang secara alami.
Struktur ini memungkinkan aliran arus tetap berjalan, menyediakan ruang perlindungan bagi biota laut kecil, serta menstabilkan substrat di perairan yang memiliki dinamika arus cukup kuat, seperti di Alor.
Pendekatan ini dinilai relevan dengan kondisi perairan Alor yang dikenal memiliki arus kuat dan fluktuatif. Struktur Reef Star memungkinkan fragmen karang menempel dengan stabil, sekaligus meminimalkan risiko terhempas oleh gelombang atau arus ekstrem.
Nursery Area Sebagai Strategi Pemulihan Bertahap
Penanaman struktur rehabilitasi tidak dilakukan secara acak. Lokasi kegiatan telah ditentukan dan dikoordinasikan bersama UPTD pengelola kawasan konservasi sebagai lokasi perawatan atau nursery area.
Area ini berfungsi sebagai pusat pertumbuhan awal karang, tempat fragmen dirawat dan dipantau secara berkala.
Dari nursery area inilah suplai karang diharapkan dapat dikembangkan untuk mendukung pemulihan di titik-titik terumbu karang lain yang telah mengalami degradasi.
Pendekatan ini menempatkan rehabilitasi terumbu karang sebagai sebuah sistem yang berkelanjutan, bukan sekadar kegiatan penanaman di satu lokasi.
Tekanan Global dan Tantangan Lokal
Ditengah berbagai upaya rehabilitasi yang dilakukan di tingkat lokal, kondisi terumbu karang tetap tidak bisa dilepaskan dari tekanan global.
Perubahan iklim, peningkatan suhu permukaan laut, serta kejadian cuaca ekstrem berdampak langsung pada kesehatan terumbu karang di banyak wilayah dunia, termasuk Indonesia.
“Tekanan terhadap terumbu karang sebenarnya tidak hanya terjadi di Alor. Ada kekuatan alam yang jauh lebih besar, seperti perubahan iklim, yang mempengaruhi banyak wilayah di dunia. Karang mengalami stres secara global,” ujar Haries Sukandar, Program Manager Nautika Foundation.
Menurutnya, tantangan di tingkat lokal juga masih cukup besar, terutama terkait pemahaman masyarakat mengenai sensitivitas terumbu karang.
“Di Alor sendiri, pemahaman bahwa terumbu karang merupakan ekosistem yang sensitif dan rentan belum sepenuhnya merata. Padahal, apa yang kita lakukan di laut, sekecil apa pun, akan berdampak langsung pada kesehatan ekosistem,”katanya.
Dalam konteks tersebut, lanjut Sukandar, rehabilitasi terumbu karang tidak dimaksudkan sebagai solusi tunggal untuk mengimbangi laju degradasi yang terjadi secara global, namun rehabilitasi dipandang sebagai salah satu pintu masuk penting untuk membangun kesadaran, memperbaiki kondisi lokal, dan menjaga fungsi ekosistem yang masih tersisa.
“Kita mungkin tidak bisa sepenuhnya mengimbangi degradasi terumbu karang yang terjadi secara global. Tetapi setidaknya, kita bisa melakukan upaya yang lebih sadar terhadap terumbu karang itu sendiri, baik dalam skala kecil maupun besar,” sambungnya
Ia menambahkan, pendekatan kesehatan ekosistem menjadi kunci. Menjaga laut merupakan kerja kolaboratif setiap pemangku kepentingan (pentahelix) yang melibatkan masyarakat pesisir, pemerintah dan pengelola kawasan, perguruan tinggi dan dunia akademik, media sebagai penguat narasi publik, serta sektor usaha dan organisasi pendukung.
Peran Donasi dan Transparansi Pendanaan
Program rehabilitasi terumbu karang di Alor ini juga mendapat dukungan dari Nautika Dive Resort serta para tamu dan pengunjung yang secara sukarela memberikan donasi melalui program Adopt The Reef Star.
Program tersebut mengajak individu-individu yang berkunjung ke Alor untuk berkontribusi lebih dalam menjaga laut yang mereka nikmati.
Seluruh kontribusi dikelola secara transparan dan diinformasikan secara terbuka melalui situs resmi Nautika Foundation, termasuk daftar pihak yang berkontribusi dan peruntukan dana.
Donasi digunakan untuk mendukung kegiatan rehabilitasi terumbu karang, perawatan struktur rehabilitasi, serta pembinaan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) sebagai mitra utama dalam perlindungan kawasan konservasi.
Saat ini sudah 90 Reef Star yang di adopsi, oleh 21 orang Adopter. Pendekatan transparansi ini diharapkan dapat membangun kepercayaan publik sekaligus menunjukkan bahwa partisipasi individu, sekecil apa pun, dapat berkontribusi nyata dalam upaya menjaga ekosistem laut.
Menata Langkah ke Depan
Secara kelembagaan, Nautika Foundation menempatkan tahun 2024 sebagai tahun fondasi, di mana berbagai pendekatan, metode, dan kemitraan mulai dibangun dan diuji.
Memasuki tahun 2025, fokus diarahkan pada penyelarasan tujuan program dengan para mitra kunci di kawasan konservasi, agar setiap intervensi yang dilakukan sejalan dengan tata kelola kawasan dan kebutuhan jangka panjang ekosistem serta masyarakat pesisir.
Rehabilitasi terumbu karang di Alor dipahami sebagai proses jangka panjang yang membutuhkan konsistensi, kesabaran, dan kolaborasi lintas pihak.
Upaya yang dilakukan hari ini mungkin belum mampu membalikkan tren degradasi global, tetapi menjadi bagian penting dari upaya menjaga ekosistem laut tetap berfungsi dan memberi manfaat bagi generasi mendatang. (Pepenk)

Follow



















