Kupang, seputar-ntt.com – Dia menjejaki tapaknya di setiap jengkal Nusa Nipa. Dia membuat jejak hingga Lepanbatan dan nusa kenari dengan hasrat yang selalu membara. Bertemu dengan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Berjalan dari pintu ke pintu untuk menyerap setiap aspirasi proletar. Badannya dibungkus sarung adat menandakan dia datang tanpa sekat. Datang dari akar budaya dan identitas tanah lahirnya. Dia adalah Honing Sanny, politisi cerdas dan luwes dari Dapil NTT I pada Pemilihan Legislatif tahun 2024. Pria yang lahir di Nggela Ende pada 13 April 1972 itu, kini sedang merayap di akar rumput. Merebut simpati menuju Senayan.
Honing Sanny bukan pemain baru di jagat politik Flobamora. Dia terpilih sebagai Anggota DPR RI di usia 37 tahun pada Pemilu 2009 dan terpilih lagi pada Pemilu 2014. Usai membuat Undang-Undang MD3 di Senayan, Honing Sanny lalu tumbang oleh kawan seiring. Namanya selalu bergaung setiap ada hajatan politik. Sebagai aktifis dia piawai memainkan nada gendang agar orang lain menari bersamanya. Dia sekali-kali tak akan menari pada bunyi gendang orang lain. Dia selalu menciptakan bunyi dan langkah sendiri. Dia adalah salah satu orang di balik layar berjayanya Viktory-Joss saat memenangkan Pilgub NTT tahun 2018 lalu. Saat ini, dia adalah satu-satunya politisi laki-laki yang memilih sarung sebagai identitas politik tahun 2024.
“Saya memilih menggunakan sarung sejak saya memulai langkah politik untuk Pemilu 2024 sebagai lambang sebuah perlawanan. Saya tidak setuju kebijakan yang dilakukan oleh Penjabat gubernur dengan meniadakan penggunaan sarung bagi ASN. Sarung adalah identitas orang NTT yang semestinya dijaga,” ujar Honing Sanny, kala senja di sudut Kota Kupang, pada Selasa, (21/11/2023).
Putra terbaik dari kota Ende Sare Pawe itu menegaskan, sarung adalah identitas orang NTT. Karya intelektual para penenun yang mesti dijaga dan dihormati. Honing Sanny secara tegas mengatakan bahwa, kebijakan Viktor Laiskodat saat menjadi gubernur NTT dengan mewajibkan setiap ASN dan BUMD untuk mengenakan sarung pada hari kerja tertentu adalah wujud perhormatan atas identitas itu. Disisi lain, ini adalah cara untuk menggeliatkan ekonomi rakyat lewat tenun adat di seantero Flobamora. Penenun bergembira karena karya mereka digunakan oleh abdi Masyarakat.
“Saya memiliki setumpuk sarung adat yang semuanya dari pewarna alami. Saya pakai setiap hari untuk bertemu dengan Masyarakat. Saya juga jadi tau harga sarung di setiap daerah yang ada di Flores dan ada perbedaan antara kain sarung yang menggunakan pewarna alami dan yang menggunakan pewarna buatan. Ternyata harga cukup menarik yakni berkisar antara 1,2 juta hingga 1,5 juta,” ungkap lulusan Universitas Gadjah Mada, tahun 1998 ini.
Sekalipun tinggal di Jakarta, tapi Honing Sanny sadar bahwa dia tidak boleh datang berbalut kemewahan. Dia tidak mau berjarak dengan rakyat. Dia harus diterima sebagai anak dari setiap orang yang menggunakan sarung dan putra dari setiap para penenun sarung adat. Dia juga ingin memberi pesan bahwa politisi tidak harus glamour dalam busana, lalu lupa akar identitas.
“Saya melihat kegembiraan yang terpancar dari raut wajah mama-mama penenun Ketika bertemu saya yang datang menggunakan sarung. Saya juga merasakan tidak ada jarak yang tercipta antara saya dan rakyat, ketika saya datang dengan menggunakan kain sarung. Bagi saya, sarung tidak hanya sebagai lambang kehormatan adat dan budaya tapi juga simbol kasih sayang bagi setiap anak yang akan merasa nyaman, ketika berada di balik sarung ayah dan ibu mereka,” ujar mantan Anggota Komisi IV DPR-RI itu.
Pada Pemilu 2024, Honing Sanny maju sebagai Calon Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan NTT I yang meliputi wilayah Flores, Lembata dan Alor. Honing Sanny memilih Partai Gerindra sebagai kendaraan politik dalam membawa aspirasi rakyat ke Senayan. Honing Sanny mendapatkan nomer urut 4 di Dapil NTT 1 dari Partai Gerindra. Pada Pemilu 2019 lalu, Partai Gerindra kehilangan 2 kursi sekaligus di dua daerah pemilihan di NTT. Honing Sanny punya tekad untuk mengembalikan kursi yang pernah diraih Gerinda di Dapil NTT I.
“Politik itu soal bagaimana membangun jejaring. Politik itu adalah pekerjaan bagaimana meyakinkan orang terhadap kita. Terhadap orang yang akan mewakili mereka dalam menyampikan aspirasi. Disisi lain politik itu juga adalah seni menjaga kepercayaan. Saya tidak mau menciptakan sekat dalam politik. Saya berkawan dengan siapa saja, apakah satu partai atau beda, sebab politik itu rasional tidak bisa pakai perasaan. Jadi DPR itu hanya sementara saja, tetapi pertemanan itu selamanya. Mari berpolitik seperlunya dan berkawan selamanya” pungkas Honing Sanny. (joey rihi ga)