Menia, seputar-ntt. com – Ada yang janggal dalam penjualan garam yang sedang dilakukan oleh Pemda Sabu Raijua dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Pasalnya garam yang di jual ke pengusaha ditambahkan dua karung untuk pembelian satu ton garam.
“Ada yang aneh dalam penjualan garam saat ini dari Pemerintah dalam hal ini Dinas Perindag. Mereka suruh kita muat tambah dua karung garam untuk pembelian satu ton garam sehingga jika beli dalam jumlah banyak maka berapa besar kerugian yang dialami. Pertanyaan kami adalah kelebihan itu menjadi keuntungan siapa,” ungkap Koordinator petani tambak garam di Kolouju Desa Menia, Frans Tagi, SH yang menghubungi media ini, Selasa, (6/8/2019).
Dia menjelaskan, garam yang sedang diangkut ke kapal khusus dari tambak Kolouju saja sebanyak 600 ton sehingga dengan adanya tambahan dua karung untuk pembelian satu ton maka ada kelebihan 60 ton. Garam tersebut ungkap Frans Tagi dijual dengan harga 700 rupiah per kilo gram.
“Jadi kalau mau hitung-hitungan maka dari 60 ton kelebihan itu dijual dengan harga 700 rupiah maka ada 42 juta rupiah. Itu uang banyak. Kalau alasan mereka garam itu menyusut atau ada yang kurang, itu juga tidak benar sebab satu karung itu isinya lebih dari 50 kilo gram. Lalu siapa yang ikut ke Surabaya bahwa ada kekurangan saat ditimbang. Jadi petani tambak merasa seakan-akan kami di Kolouju jual garam kurang dari ukuran,” kesal Frans Tagi.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Sabu Raijua, Charles Meyok yang dihubungi seputar-ntt.com membenarkan ada tambahan 2 karung untuk pembelian setiap satu ton garam. Dia beralasan bahwa garam yang dijual adalah hasil produksi tahun lalu sehingga sudah ada penyusutan dan banyak karung yang sudah sobek.
“Benar bahwa kami dari dinas yang suruh tambah dua karung untuk satu ton. Itu kan garam produksi tahun kemarin sehingga ada penyusutan. Setelah kita timbang ada kekurangan dua sampai lima kilo dari satu karung sehingga kita putuskan untuk tambahkan dua karung itu untuk menutupi kekurangan,” jelas Charles Meyok.
Charles mengatakan, pengusaha yang datang beli garam di Sabu sudah membawa kapal angkut dan hanya punya waktu yang terbatas untuk berlabuh. Disisi lain Pemda belum memiki alat timbang untuk kendaraan sehingga jika menggunakan timbangan manual akan memakan waktu lama. Dia menambahkan, pengusaha yang datang tidak mau mengangkut garam dari Liae dengan alasan jarak tempuh yang jauh sementara daya angkut kendaraan sangat terbatas.
“Karna itu kita ambil kebijakan untuk ambil garam dari tempat yang dekat pelabuhan. Kalau kapal ini pulang kosong maka kita takut orang tidak mau datang lagi untuk beli garam di Sabu Raijua. Kapal hanya berlabuh 5 hari jadi kalau harus timbang manual maka tidak akan memenuhi target angkut. Itulah kenapa kita ambil kebijakan seperti itu,” ungkap Charles Meyok.
Wakil Ketua DPRD Sabu Raijua, Ruben Kale Dipa kepada media ini mengaku heran dengan kebijakan yang diambil oleh Pemda dalam hal ini Disperindag yang lebih memikirkan keuntungan pengusaha yang datang beli garam. Harusnya kata Ruben Kale Dipa, Pemda harus memihak kepada para pekerja tambak yang merasa dirugikan dengan cara penjualan seperti itu.
“Saya heran kenapa mereka lebih mementingkan pengusaha yang beli. Ada apa itu? Saya akan tanya dulu ke Pemda, kalau bisa kami akan panggil untuk dengar pendapat. Enak sekali mereka menjual seperti barang pribadi saja. Kalau orang brli dalam jumlah banyak maka bisa dihitung berapa banyak selisih jika diuangkan,” kesal Ruben Kale Dipa.
Ruben Kale Dipa juga mempertanyakan apakah garam ini dijual oleh Pemda ke Surabaya atau Pengusaha yg datang beli di Sabu. Jika pengusaha yang datang beli di Sabu tentunya sudah ditimbang sehingga tidak ada istilah menyusut atau karung bocor.
“Garam dibeli dgn harga 700 rupiah per Kilo. Jadi saya kuatir ada mafia dalam jual beli garam ini. Saya minta Kadis tidak boleh seenaknya membuat kebijakan yang merugikan daerah ini dan menguntungkan pihak lain. Ini namanya bahagia diatas penderitaan petani garam. Atau ada permainan sehingga pembeli ini yang akan membeli garam semua dari Sabu Raijua? Saudara Kadis jangan seenaknya menjual garam dengan cara seperti itu. tidak ada di dunia ini orang beli garam 1 ton lalu dikasih gratis 2 karung yang isinya 50 lebih kilogram, ini baru terjadi di Sabu Raijua. Jadi saudara Kadis ini terlalu baik hati. Ini bukan hasil kerjanya jadi dia tidak merasakan capeknya seperti apa. Lalu pengaturan jual seperti itu sepakat dengan siapa, apakah petani garam atau atas kemauannya Kadis sendiri. Saya ingatkan agar saudara Kadis jangan sekali-kali merugikan daerah ini, ingat itu,” tegas Kale Dipa
Dia juga merasa heran dengan alasan Kepala Dinas terkait masalah jarak tempuh ke liae. Soalnya pada penjualan yang lalu pengusaha tidak mengeluhkan soal jarak. Begitu juga soal timbangan, menurut Ruben setiap gudang memiliki timbangan duduk, sehingga alasan tidak ada timbangan yang disampaikan Kadis tidak benar.
“Pedagang yang datang membeli garam itu bukan pedagang baru tetapi pedagang yang sudah biasa datang beli garam, kapal yang mau datang angkut garam dari Sabu. Bukan hanya satu saja, justru bulan Januari tahun 2019 itu ada pengusaha yang mau datang beli garam dengan harga 1.250 per kg. Mereka datang dengan membawa kapal sendiri tetapi Pak Charles Meyok bertahan untuk tidak mau jual dengan alasan menyesuaikan dengan harga internet. Bisa diduga bahwa sudah ada deal dengan pedagang yang satu ini, sehingga waktu lalu tidak mau jual padahal pedagang ingin membeli dan mengangkut dengan kapal sendiri seberapa banyak saja garam yang ada di Sabu Raijua,” pungkas Ruben. (jrg)