Bupati Ansar dan DPRD Sikka “Pasang Badan” Untuk Tersangka Pungli

  • Whatsapp

Maumere,  seputar-ntt.com – Pasca ditetapkannya Kepala Desa Habi,  MNM dan Kasie Pelayanan Desa Habi,  SW sebagai tersangka OTT Pungli Prona oleh penyidik Polres Sikka, sejumlah pejabat di Kabupaten Sikka mulai “pasang badan” atau sebagai penjamin.

Pejabat yang “pasang badan” itu antara lain,  Bupati Sikka,  Yoseph Ansar Rera dan tiga Anggota DPRD Sikka yakni Henny Doing,  Fabianus Toa dan Florensia Klowe.
Keempat pejabat ini bersedia untuk menjadi penjamin bagi penangguhan penahanan atas dua tersangka kasus OTT pungli Prona di Desa Habi beberapa waktu lalu.

Pantauan media,  Jumat (9/2/2018) siang,  ketiga anggota DPRD Sikka itu terlebih dahulu tiba di Mapolres Sikka baru diikuti Bupati Ansar.  Selain mereka,  ada juga beberapa orang keluarga dan sejumlah masyarakat yang ikut dalam rombongan tersebut.

Beberapa saat kemudian, Kapolres Sikka,  AKBP Rickson PM Situmorang yang baru tiba dari luar kota langsung menyambangi rombongan masyarakat tersebut yang tengah berkumpul di depan ruangan unit Tipikor Reskrim Sikka.

Kepada Kapolres Rickson, Mereka meminta polisi membebaskan MNM dan SW karena dianggap tidak melakukan pungli prona karena menurut mereka, biaya sebesar 150 ribu yang dikumpulkan masyarakat untuk mendapatkan sertipikat merupakan kesepakatan bersama masyarakat yang mengikuti prona.

Selain itu, mereka juga beralasan bahwa MNM yang masih hidup membujang merupakan satu-satunya anak yang bisa merawat ibunya yang sudah tua.

“Kami ada sembilan bersaudara dan sudah berkeluarga semua kecuali ibu desa.  Dia yang sekarang tinggal serumah dan merawat mama yang sudah tua.  Jadi kami dari keluarga minta kalau boleh ibu desa dibebaskan, ” ungkap adik kandung MNM.

Hal yang sama juga diungkapkan,  Henny Doing. Menurutnya,  Dasar pungutan yang dilakukan di Desa Habi adalah SK Bersama (SKB) Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmugrasi yang memuat adanya penetapan besaran biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat.

Diungkapkan politisi Partai Demokrat ini, dalam SKB itu ada diktum yang menyebut bahwa NTT bersama propinsi di wilayah Timur lainnya masuk dalam wilayah 1 yang harus menyiapkan biaya sebesar 450 ribu. Karena itu,  ia beranggapan MNM sudah melaksanakan perintah SKB tersebut sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai pungutan liar.

“Sekalipun belum ada perbup yang mengatur hal ini namun sudah ada dasar yang jelas yang bisa dipakai untuk dilakukan pungutan kepada masyarakat yang ikut dalam prona di Desa Habi. Jadi kami minta pak Kapolres bisa pertimbangkan hal ini,” tegas Henny.

Dikatakan Henny,  kasus yang menimpa MNM dan SW dapat memicu timbulnya keresahan masyarakat yang berujung pada konflik apalagi di tengah situasi politik Sikka yang kian memanas.  Karena itu,  Henny meminta supaya tidak terjadi keributan di tengah masyarakat,  pihak kepolisian bisa memberikan penangguhan penahanan bagi MNM dan SW.

Sementara itu,  Bupati Ansar yang turut hadir dalam pertemuan itu meminta pihak Kepolisian bisa melakukan proses penangguhan penahanan mengingat MNM adalah aparat Desa.

“Kalau boleh hari ini juga,  kalau bisa dilakukan penangguhan penahanan. Kami jamin hal itu, sambil polisi terus melanjutkan proses yang sedang berjalan, ” imbuh Bupati Ansar.

Kapolres Rickson menerima pendapat dari beberapa pejabat dan perwakilan keluarga MNM namun dirinya masih melakukan koordinasi dengan Kapolda NTT,  Irjen. Raja Erizman terkait permintaan penangguhan penahanan atas MNM dan SW.

“Ini tergantung penyidik juga. Kan alat buktinya sudah ada. Kami juga akan koordinasi dengan pak Kapolda meski sudah ada penjamin. Saya sebagai pimpinan di sini yang mendapat laporan dari penyidik saja,” tegas Kapolres Rickson.(tos)

Komentar Anda?

Related posts