PANCASILA DAN MORALITAS GENERASI MUDA

Oleh : Lay A. Yeverson, S.Pd.,M.M
Aku cinta Indonesia, Aku cinta Pancasila, penulis teringat ketika masih duduk dibangku pendidikan SD dan SMP, Pancasila memberi warna tersendiri, ketika guru menerangkan tentang falsafah hidup bangsa Indonesia dan bahkan sebaliknya siswa juga mampu menceriterakan film G 30 S PKI.Setelah itu guru memberi apresiasi bagi siswai/i yang mampu menghafalkan UUD 1945 , 36 butir Pancasila,dan yang mampu menceriterakan film G30 S PKI.
Mengapa penulis merilis tulisan tentang pencasila???

Persoalan bangsa di era reformasi sekarang ternyata semakin kompleks dan terjadi degradasi moral yang menimpa generasi muda, dan petinggi negeri tercinta. Fakta terungkap bahwa munculnya teroris dari kalangan generasi muda, munculnya koruptor dari kalangan elit birokrasi dan pejabat negara. Degradasi moral generasi muda muncul akibat model pendidikan kita yang tidak menekankan pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Untuk itulah diperlukan suatu tali-rasa persatuan, norma dasar hidup bersama dan cita-cita yang diimpikan bersama, agar diatasnya dapat dibangun kekuasaan pemerintahan yang mengayomi dan memajukan.

Pancasila telah terbukti sebagai kekuatan bangsa untuk mengatasi berbagai tantangan, baik separatisme maupun fundamentalisme agama dan komunisme. Fakta sejarah itu menjadi saksi betapa Pancasila dan eksistensi bangsa dan negara Indonesia berpadu dan saling menopang.
Dasar dan ideologi itu terkristalisasi dalam lima sila Pancasila yang bertaut satu dengan lainnya (organis) yaitu:1. Ketuhanan Yang Maha Esa, 2.Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3.Persatuan Indonesia, 4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, 5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurut Jakob Tobing. Presiden Institut Leimena dan mantan Ketua PAH I BP-MPR untuk Amandemen UUD 45 (1999 – 2004). “Sebagai ideologi, Pancasila adalah kristalisasi konsep dasar mengenai kehidupan yang dianggap baik yang kita cita-citakan sebagai suatu bangsa. Ia mencakup norma bernegara, cita-cita negara, dan tujuan negara serta pedoman hidup bernegara (lightstar atau lichtstern).Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan dasar untuk mengatur semua penyelenggaraan yang terbentuk dalam sebuah negara dan sumber tertib hukum Indonesia menganut sistim parlementer, pada masa mengatasi pemberontakan, maupun pada masa pergolakan politik pergantian era orde lama ke era orde baru dan era orde baru ke era reformasi, dari era demokrasi terpimpin ke era demokrasi konstitusional sekarang ini”.
Salah satu karakter utama Pancasila sebagai ideologi yang berakar pada pandangan hidup bersama adalah karakter inklusif. Merangkul warga masyarakat yang berbeda-beda dalam kebersamaan dan kerjasama serta tidak mempertentangkan masyarakat dalam perbedaan mereka. Bhinneka tunggal ika.

Sebagaimana dipraktekkan oleh nenek-moyang kita, nilai-nilai fundamental itu selalu diperlakukan secara utuh sekaligus dinamis. Sila-sila saling memberi makna dan batasan terhadap yang lain (kesatuan organis). Oleh karena itu tidak tepat untuk lebih menonjolkan salah satu sila diatas sila yang lain. Ke-lima sila itu tidak tersusun dalam urutan hierarkis.
Menerapkannya selalu disesuaikan dengan perkembangan dan keperluan. Tetapi ada dua prinsip yang diperhatikan. Yang pertama bahwa setiap tindakan, termasuk peraturan dan program, tidak bertentangan dengan salah satu dari ke-lima sila itu. Yang kedua adalah tindakan itu membawa kemajuan. Inilah keterbukaan Pancasila. Selalu dimungkinkan penerjemahan yang sesuai dalam keadaan yang selalu berkembang (eksplisitasi-kontekstual). Hal mana dapat dimungkinkan bilamana terbangun suasana yang mengutamakan dialog dan musyawarah (deliberasi).

Sebagai ideologi, Pancasila tergolong sebagai ideologi positif, karena memberi semangat, dorongan dan arahan kepada bangsa untuk bersama-sama melawan keterhinaan dalam penjajahan, untuk memulihkan harkat manusia, mengatasi penderitaan kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakadilan, sebagai perwujudan tujuan bernegara sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Kesadaran dan sikap seperti diatas, tidak hanya berlaku pada tataran negara, tetapi juga ditengah masyarakat. Oleh karena itu warga, termasuk warga ke lima agama , perlu menghayati hidup dalam kebersamaan lintas agama dan lintas suku/etnis, saling menghargai, menghormati dan mampu bekerjasama, dan menjauhkan diri dari sikap menyendiri (eksklusif).
*Penulis adalah Guru SMK N I Kab.Kupang.

Komentar Anda?

Related posts