Kalabahi, seputar-ntt.com – Polsek Alor Selatan menggelar Jumad Curhat bersama masyarakat Desa Malaipea, berlangsung di Pelataran Mapolsek setempat, Jumad, 22/9/2023 pagi.
Sebelum membuka sesi curhat, Kapolsek Alor Selatan, IPDA Agustinus S Eban, SH terlebih dahulu memberikan sedikit gambaran tentang tugas pokok kepolisian dan restorative justice.
“Untuk diketahui bersama bahwa ada tiga tugas pokok Polri yakni menjaga serta memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban di masyarakat (Kamtibmas), sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat serta penegak hukum,” kata Kapolsek.
Dijelaskannya, Polri juga terus mengalami transformasi/ perubahan, yang salah satunya adalah mengedepankan Restorative Justice (Keadilan Restoratif) dalam menyelesaikan permasalahan/perkara pidana.
“Fokus utama dari sistem ini pada pemulihan, rekonsiliasi, dan restorasi hubungan yang rusak akibat tindakan kriminal. Pendekatan ini menekankan upaya untuk mengatasi akar masalah dan dampak psikologis, sosial, dan emosional yang dihasilkan oleh tindakan kriminal, baik bagi korban, pelaku, maupun masyarakat secara keseluruhan,” terang Eban.
Lanjut Kapolsek, dalam pendekatan Restorative Justice, terjadi dialog antara korban, pelaku, dan komunitas untuk membahas konsekuensi tindakan kriminal dan mencari solusi yang sesuai untuk semua pihak.
“Ini dapat mencakup permintaan maaf, restitusi, atau tindakan lain yang membantu memperbaiki dampak tindakan tersebut. Pendekatan ini berusaha untuk mendorong pertanggungjawaban dan belajar dari kesalahan, sehingga diharapkan dapat mengurangi tingkat pengulangan kejahatan,” sambungnya.
Syarat yang harus dipenuhi untuk menerapkan restorative justice, kata Agustinus yakni telah tercipta perdamaian dan pemulihan kembali pada korban, ancaman pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun dan kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp. 2.500.000 (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah).
“Dasar hukum yang mengatur ini semua adalah Peraturan Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 947), dan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 811),” ungkap Kapolsek Alsel.
Berkaitan dengan jumad curhat sendiri, salah satu tokoh masyarakat Apolos Padama menyampaikan, di Desa Malaipea sering terjadi konflik/perkelahian baik sesama pemuda dalam kampung atau pemuda yang berasal dari desa lain.
“Kami juga minta Kapolsek bersama jajarannya untuk bisa memberikan sosialisasi hukum. Yang terakhir, Desa Malaipea merupakan wilayah Kecamatan Alor Selatan yang berbatasan dengan 2 wilayah Kecamatan lain yakni Kecamatan Mataru dan Kecamatan ATU yang mana persoalan tapal batas hingga kini belum selesai,” ujarnya.
Sementara Eduard Manilani menyampaikan, selaku orang tua dari Desa Malaipea merasa resah kerena masyarakat sering mengkonsumsi miras bahkan sampai menimbulkan konflik/perkelahian, baik antar pemuda maupun konflik dalam rumah tangga.
“Karena itu kami mohon agar Bapak Kapolsek dapat melakukan operasi penertiban penjualan minuman keras di daerah kami. Dulu kami pernah melakukan sumpah adat untuk melarang penjualan maupun konsumsi miras didalam kampung namun sekarang sumpah itu seperti diabaikan begitu saja,” ucap Manilani.
Menanggapi curhat tersebut, IPDA Agustinus menyampaikan, jika terjadi konflik/perkelahian baik antar pemuda atau dalam berumah tangga yang tidak bisa diselesaikan di tingkat desa maka segera laporkan ke Polsek Alor Selatan agar tindaklanjuti.
“Untuk mempermudah dalam menyampaikan aduan maka tolong dicatat Nomor Call Senter Polsek Alsel 0821-5114-6006 dan Kontak Person Kapolsek Alsel 0811-3912-607,” ujarnya. Terkait sosialiasi hukum, kata Eban, pihaknya selalu siap, namun perlu juga peran aktif dari pemerintah desa terkait dengan perencanaan kegiatan, sebab percuma kalau tidak ada masyarakat yang hadir saat sosialisasinya dilaksanakan.
“Soal batas wilayah bahwa Kepolisian tidak memiliki kewenangan dalam mengurus persoalan tapal batas atau urusan terkait dengan kepemilikan tanah. Akan tetapi jika sengketa tanah/lahan berujung pada tindak pidana maka tindak pidana itulah yang kami tindak lanjuti sesuai dengan prosedur hukum,” tambah Kapolsek.
Menanggapi apa yang disampaikan Eduard Manilani, Agustinus Eban mengungkapkan, penjualan minuman keras di Desa Malaipea terlebih dahulu diambil langkah persuasif dengan cara memberikan himbauan, memberi peringatan untuk tidak mengkonsumsi/menjualnya.
Apabila waktu memberikan himbauan dirasa cukup maka pihak Polsek akan mengambil tindakan represif dengan cara melakukan operasi pemberantasan peredaran/penjualan minuman keras.
“Mungkin dengan berkembangnya zaman serta kurangnya pengawasan dari orang tua sehingga para remaja lepas kendali dan meninggalkan nilai – nilai baik yang pernah diupayakan oleh pendahulu. Saran dari kami agar setiap tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemerintah desa bisa duduk bersama membuat perdes terkait larangan penjualan/konsumsi miras, dan sosialisasikan secara masif kepada masyarakat,” pungkas IPDA Agustinus S Eban, SH. (Pepenk)