Takut Ikan Berformalin, Warga Kota Pilih Tahu Tempe

  • Whatsapp

Kupang, seputar-ntt.com – Maraknya ikan berformalin di Kota Kupang membuat masyarakat setempat memilih tahu, tempe dan telur atau (3T). Pantaun Seputar NTT di beberapa pasar di Kota Kupang, tempe, tahu dan telur menjadi primadona masyarakat.

“Sekarang tahu dan tempe laku keras karena katanya masyarakat tidak mau makan ikan lagi karena takut formalin,” kata Murni, penjual tahu tempe di Pasar Oeba Kupang, Senin (2/2/2015).

Disisi lain penjualan ikan di TPI Oeba dan beberapa pasar menurun drastis sejak sepekan terakhir. “Kita jual ikan rugi saja, karena tidak ada yang beli, tidak pernah pulang pokok lagi,”ujarnya.

Laurensius, warga Kelurahan Penfui kepada wartawan di Kupang, Senin (2/2) mengatakan, pilihan mengkonsumsi  telur, tahu atau tempe tersebut untuk mengindari kemungkinan terburuk dari memakan ikan segar yang diduga mengandung formalin.

“Masuknya ikan berformalin dari luar Kota Kupang, juga membuat masyarakat harus lebih waspada dan teliti sebelum membeli ikan.Pasalnya, ikan yang kelihatan segar ternyata mengandung formalin,” katanya.

Dia menjelaskan, berdasarkan informasi dari Balai POM Kupang,  ikan berformalin yang dikonsumsi secara spontan akan membuat mual-mual hingga muntah.

Sedangkan untuk jangka panjang, katanya, akan mengganggu hati dan ginjal serta saluran pencernaan manusia. Formalin itu,  mengandung Zat Karsonigenik yang diketahui sebagai pemicu penyakit kinder.

Beralihnya masyarakat mengkonsumsi telur, tahu atau tempe membawa dampak kepada para penjual ikan segar  yang setiap hari menyambangi pemukiman penduduk.

“Sudah beberapa hari ikan yang saya jual banyak yang tidak laku. Pembeli  tidak mau membeli ikan tembang (lamuru) yang dijual karena mereka takut mengandung formalin,” kata Johny Benu seorang penjual ikan segar.

Hal senada juga disampaikan Nong, penjual ikan segar lainnya. Menurutnya, meski mereka sudah meyakini ikan yang dijual bebas formalin, namun masyarakat tetap tidak mau membeli.

“ Beberapa hari ini beta rugi antara Rp 100 – Rp 200.000, karena ikan yang dijual tidak laku.Beta terpaksa bawa pulang ikan ke rumah,” tuturnya.(joey)

Komentar Anda?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *