Ritual Pemau Do made, Cara Jingitiu Meretas Jalan Menuju Nirwana

  • Whatsapp

Kupang, seputar-ntt.com – Kematian bagi masyarakat adat atau penganut aliran kepercayaan Jingitiu di pulau Sabu dan Raijua adalah sebuah proses menuju dunia keabadian. Bagi mereka, jika sesorang meninggal dunia maka ada sejumlah proses ritual yang harus dilakukan oleh keluarga yang masih hidup. Mereka meyakini bahwa setiap orang yang meninggal dunia, rohnya akan melenggang ke nirwana atau surga apabila telah dilakukan ritual penyucian arwah atau pemau do made bagi orang yang telah meninggal tersebut.

Untuk melakukan ritual ini, dibutuhkan dana yang cukup lumayan karena akan membunuh korban sembelihan mulai dari ternak kecil hingga ternak besar, tergantung dari dari strata sosial sesorang. Ritual penyucian arwah harus dilakukan pada bulan tertentu sesuai dengan kalender adat dan perputaran bulan yakni pada hari ke enam setelah bulan purnama pada bulan kedelapan tahun masehi setiap tahunnya.

Salah satu tokoh masyarakat dan pelaku adat, Huki Tade, kepada Seputar NTT mengatatakan, orang yang meninggal dalam sebuah kampung adat tertentu yang diikat oleh kekerabatan dan hirarki suku akan melakukan ritual penyucian arwah secara serentak.

“Ritual ini akan dilakukan atas kesepakatan semua  keluarga dari setiap orang yang meninggal dunia karena ini menyangkut dengan dana yang akan digunakan. Ritual ini tidak dilakukan setiap tahun. Bisa lima tahun sekali atau lebih sehingga jika ritualnya dilakukan ada puluhan orang mati yang arwahnya akan disucikan,” papar Huki.

Ritual Pemau Do Made dilakukan selama tuga hari berturut-turut. Pada hari pertama adalah hari dimana semua keluarga dari orang yang meninggal akan berkumpul. Disini semua kerabat dan handaitolan serta orang yang berasal dari kampung tersebut akan berkumpul dengan membawa ternak seperti babi mapun kambing dan makanan padi, sorgum dan kacang hijau.

Kaum perempuan bertanggungjawab untuk mengumpulkan makanan berupa beras sementara para lelakinya bertanggungjawab mengumpulkan ternak. setelah semuanya berkumpul maka pada hari kedua akan dilakukan ritual penyucian bagi setiap orang yang telah meninggal di kuburan mereka masing-masing yang ditandai dengan batu. Kuburan orang mati yang masih jingitiu berbentuk bulat seperti sumur. Pada saat dikubur, orang yang meninggal akan diikat berbentuk bulat lalu dikuburkan.

Setiap keluarga dari orang yang meninggal seperti anak, istri atau kakak, adik dan ibu serta bapak nya akan memakai pakaian adat dengan motif tertentu sesuai dengan stratanya. Mereka akan diterima oleh orang yang paling dituakan dalam kampung dengan memangku mereka masing-masing sambil melafalkan Mantra adat yang keramat. Mantra tersebut intinya agar yang telah meninggal tidak boleh lagi mengganggu keluarga yang masih hidup karena mereka akan disucikan jalanya menuju nirwana.

Dengan demikian maka mereka sudah berbeda alam dengan dunia orang hidup. Ritual ini ditandai dengan memasak dalam satu periuk berbagai jenis makanan mulai dari beras merah, kacang hijau, kacang hitam beras ketan, maupun sorgum. Yang memasaknya adalah wanita-wanita tua dan selama proses memasak, mereka tidak boleh berbicara. Setelah itu, para lelaki telah menyiapakan seoekor domba putih dipintu luar kampung sebelah barat untuk dipotong  menjadi dua.

“Domba putih yang dipotong menjadi dua ini adalah lambang persembahan dan kurban bakaran bagi sang khalik sebagai tanda penyucian bagi mereka yang telah meninggal. Binatang kurban ini tidak boleh dimakan oleh orang yang satu suku dari orang yang ada dalam kampung ini karena itu akan mendatangkan malapetaka,”jelas Huki.

Pada malam hari kedua ritual, bagi orang mati yang meninggalkan istri atau suami akan dilakukan ritual khusus dimana mereka akan berpakaian putih-putih dibungkus dari kaki hingga kepala menyerupai pocong. Mereka kemudian dibawa keluar kampung pada tengah malam dengan nyanyian adat dan tangisan ratapan menuju tempat pembuangan barang-barang yang kotor dan berdosa. Dari situ mereka akan dimasukkan ke rumah adat kemudian disucikan dengan air dan asap dupa.

Pada hari ketiga, pagi harinya akan dilakukan prosesi bunuh binatang untuk dibagikan kepada setiap orang yang datang membawa sumbangan baik yang berupa ternak, beras atau uang. Ratusan binatang akan dipotong kemudian dibagikan dalam sebuah tempat yang dalam bahasa sabi disebut pai.

“Pembagian daging korban kepada setiap orang berdasarkan besarnya bawaan mereka. Seperti yang bawa binatang maka dia memperoleh daging yang lebih banyak dan seterusnya. Itu sudah menjadi tradisi dan adat kita disini,” ungkap huki.

Pada malam hari ketiga,  dilakukan kegiatan yang mengekspresikan kegembiraan berupa permaian lompat alu atau permainan bambu gila kalau dipulau Ambon. Selain itu, ada juga tarian pedoa yang dilakukan secara masal dalam kampung. Kendati demikian ritual penyucian arwah ini akan dikatakan genap dan selesai setelah tiga kali purnama kemudian dilakukan ritual penyucian yang disebut dengan Dabo Rao.

Dalam ritua Dabo Rao ini, binatang yang sisa yang belum dibunuh akan dibunuh untuk dimakan beramai ramai oleh keluarag sebagai tanda suka cita bahwa keluarga mereka telah tiba di nirwana setelah keluarga mereka yang hidup meretas jalanya menuju nirwana lewat prosesi atau ritual sakral pemau do made.( joey rihi ga)

Komentar Anda?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *