Pilkada Lembata: Politik Nilai Ala Kekuasaan

  • Whatsapp

Oleh Muhammad Ikbal

 Kendatipun pemilihan Kepala Daerah akan dilangsungkan pada tahun 2017, namun aspirasi masyarakat sudah mulai berkembang.saat ini semua figur mulai bermunculan mulai dari akademisi, politisi dan birokrasi sebulan terakhir beberapa nama terus populer diantaranya yance sunur,lukas wita,viktor mado watun,ahmad bumi,poce ruing,herman wutun,sampai pada sosok akademisi ahmad atang yang terus diisukan untuk siap tampil di pilkada  Lembata 2017 mendatang.

Kini sosok mereka menjadi buah bibir masyarakat lembata disetiap sudut kmpung. menariknya pilkada sudah menjadi issu utama di masyarakat mulai dari kota,kecamatn hingga ke dusun desa dengan pertanyaan klasik siapakah yang layak menahkodai lembata kedepan selepas kepemimpian yance – viktor ataukah diantara mereka salatunya(yance-viktor) kembali menjadi top leader lembata lima tahun kedepan??berita politik dan tentang figur telah menghiasi media sosial facebook,line,tweeter juga lainnya, bahkan tengah gencar-gencarnya turun ke tengah –tengah masyarakat untuk menyosialisasikan diri walapun belum tiba saatnya.

Berangkat dari kondisi diatas penulis ingin melihat motivasi politik figur, apakah pola berpolitik figur berorentasi pada politik nilai ataukah berorentasi  pada cita-cita kekuasaan???hal ini sangat penting untuk didskusikan agar tujuan dan cita-cita demokrasi dapat tercapai dengan baik.akan tetapi jika oreontasinya adalah politik kekuasaan maka  Akibatnya, tak mengejutkan jika kemudian hasil yang dituai dari gerakan politik motivasi kekuasaan atas nama ”reformasi demokrasi” yang berlangsung, lebih dalam bentuk ”memperluas arena demokrasi” dan ”menghadirkan lembaga demokrasi” di ranah negara dan masyarakat, tetapi ”minus perilaku demokrasi”. Dalam kondisi seperti ini, sejatinya, praktik demokrasi yang kita saksikan dan rasakan  adalah ”demokrasi simbolik” (struktur dan prosedur).  Sementara ”yang menggerakkan ”jasad demokrasi”  yang terbangun masih sangat kental diisi nilai dan perilaku ”kontra-demokrasi” yang ditunjukkan oleh, antara lain, masih dominannya praktik kekerasan dan politik transaksionis.

Hal ini sudah menjadi budaya gerakan politik kekuasaan yang menjadi ciri khas  figure dan partai politik, dimana penetapan agenda dan target politik maupun pemilahan lawan dan kawan politik semata-mata sebagai urusan taktis dan strategis untuk memperkuat dan mengukuhkan posisi politiknya dalam percaturan kekuasaan sekarang dan di masa depan. Maka gerakan politik nilai yang menjadi ciri khas gerakan politik bersih dan berwibawa samasekali tidak untuk memperkuat dan mengukuhkan posisi politiknya dalam percaturan kekuasaan. Contohnya  miskomunikasi antar lembaga baik ekskutif maupun legislatif,masalah hukum yang tidak selesai,saling menyalahkan dan yang  terakhir issu ijazah palsuh yang dialamtkan ke bupati lembata juga lainnya.

Jelas ini sangat miris lembaga kita DPRD dan Pemerintah kita yang terhormat   seharusnya fokus menjalankan tugas – tugas kedewaan dan pemerintahan  justru terlibat konflik horizontal yang akhirnya tugas dan fungsi pokok terabaikan dan tidak terprogram dengan baik yang terjadi justru harga sembako tidak terurus,banyak deker yang rusak kerna kerja kontraktor yang asal-asalan.terakhir dari tulisan ini penulis berharap semua kita wajib terlibat dalam  proses demokrasi sebagai ajang pesta rakyat membawa damai dibumi lepan batan,saatnya pemimpin menghadirkan kesejukan dan kedamain untuk rakayatnya, semua ini bisa diwujudkan jika politik kita sehat dan syarat nilai.Politik sehat lembata sejahtra.

****************************************************************

Penulis adalah permerhati demokrasi yang tinggal di makassar

 

Komentar Anda?

Related posts