Pemerintah belum serius perhatikan penyandang disabilitas

  • Whatsapp

Kupang, seputar-ntt.com – Pemerintah dinilai belum serius memperhatikan penyandang disabilitas di Provinsi NTT ini, terbukti Perda Kusta Prambusia nomor 4 tahun 2005 walaupun sudah disahkan Pemprov NTT, tapi pelaksanaannya nol persen. Demikian disampaikan Anggota Perhimpunan Mandiri Kusta (Permata), Paulus Maneh dalam diskusi di OCD Lasiana, Jumat (15/4/2016).

“Sejak tahun 2005 kami sudah berkecimpung di Permata, pelaksanaan Perda dilapangan nol, karena lebih memuat pada aspek medis, sedangkan aspek rehabilitasnya tidak,” papar Paulus. Maka beberapa bulan kedepan akan kami revisi.

Menurutnya, selama ada Perda tersebut, untuk aspek rehabilitasi tidak tersentuh dengan bantuan pemerintah apapun, khususnya  di Permata. “Kebetulan kami di Handicap dan dari Dinas Sosial yang kami kenal, baru mendapat akses cek up dari BRI Peduli,” ujarnya.

Diakui Paulus,  ada banyak puskesmas yang kekuarangan obat kusta, lebih spesifik kusta anak, di Kota saja sudah kurang, apalagi di Kabupaten, akses jauh sekali. “Kedepan Perda harus mengutamakan aspek medis, rehabilitasi, pekerjaannya. Kami tidak perlu dikasihani, tapi beri kami kesempatan,” tandasnya.

Hal senada juga diungkapkan penyandang disabilitas Minggus, bahwa perhatian dari Dinas Sosial ada, tapi itu jika ada project saja, bahkan dananyapun dibagi habis serta tidak kontinyu, sehingga tidak ada hasilnya.

“Setahu saya sejak HI ada yakni pada tahun 2010, penyandang disabilitas di NTT alami perubahan, saya tidak menyangkal. Karena dilibatkan oleh HI untuk sosialisasi ke masyarakat bahwa penyandang disabilitas itu bisa bermanfaat,” tandasnya.

Minggus menguraikan pengalamannya, ketika mendapat dana sebesar Rp 13 juta dari HI, untuk sosialisasi di gereja wilayah Camplong Kabupaten Kupang, dengan membawa beberapa guru, kades, dan tomas.

“Waktu itu para jemaat di gereja menangis, mereka baru menyadari bahwa ternyata kaum penyandang disabilitas jangan dipandang sebelah mata. Karena banyak orang tua yang menyembunyikan anaknya yang menyandang disabilitas, bahkan jika pejabat memiliki anak penyandang disabilitas lebih diasingkan lagi, sebab mereka malu,” kata Minggus.

Pada kesempatan tersebut, Anggota Perkumpulan Tuna Dasa Kristiani (Pertuni) NTT, Safina Bete mengungkapkan, sejak HI  ada di Kupang pada tahun 2010, para penyandang disabilitas merasa sangat  terbantukan. “Awalnya kami malu dan minder, tapi HI membuat  perubahan yang sangat besar bagi penyandang disabilitas,” ujar Safina.

Diakui Safina, awalnya berusaha membentuk kelompok usaha bersama, khususnya perempuan  semua yang alami disabilitas, dengan harapan terbentuknya kelompok itu akan mendapat modal dari pemerintah setempat untuk bisa memajukan usaha. Tapi setelah bertemu HI diajak ikut pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas, dan mulai ada percaya diri, hilangkan rasa minder, takut.  “Kalau tidak kami ketemu orang-orng non disabilitas, kami merasa kecil sekali,” tambah Safina.

Menurut Safina projec pertama Pertuni tahun 2011 bersama-sama dengan Permata, yakni pendataan dan kunjungan rumah, yang akhirnya berhasil mendapat anggota baru, karena telah mendapat penguatan dari sesama penyandang disabilitas. “Memang  yang kita ajak tidak semua mau bergabung, karena faktor orang tua, atau dari penyandang disabilitas itu sendiri yang merasa malu dan minder. Tapi sekarang sudah cukup banyak,” tandas Safina. (*kursor)

Komentar Anda?

Related posts