OPINI : Partai Politik dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

  • Whatsapp

OlehVincent Mone, ST (Politisi Partai Kebangkitan Bangsa NTT)

Aktifitas partai politik bukan hanya menjelang pada saat pemilihan umum. Melainkan partai politik juga memiliki kewajiban untuk melakukan kegiatan pemberdayaan konstituen partai maupun masyarakat umum. Kerja politik suatu partai harus diimbangi dengan dimensi pendidikan, serta peningkatan kualitas hidup setiap anak bangsa. Tidak banyak partai politik yang memperhatikan terhadap program pemberdayaan masyarakat desa.

Selama ini, banyak dijumpai partai politik hanya memberikan alat dan sarana produksi, misalnya penyediaan benih tanaman, pupuk atau mesin diesel. Apabila alasan yang tersematkan adalah hal itu sebagai stimulus untuk masyarakat bergerak secara mandiri maka kerangka pemikiran tersebut perlu dan penting diluruskan Konsep pemberdayaan memuat bahwa masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan, melihat hambatan sekaligus tantangan, mampu menyusun serta menjalankan rencana yang strategis, dan mengeksekusinya.

Prasyarat yang harus terbangun disini adalah partisipasi, kemitraan yang setara, pembinaan dan pendampingan. Tidak ada dominasi dan determinasi kepada salah satu pihak. Semua memiliki kesetaraan dalam hak dan kewajiban dalam menjalankan program pemberdayaan masyarakat. Tujuan yang hendak dicapai yaitu masyarakat desa mampu untuk mandiri secara sosial, maupun ekonomi. Apabila politik ingin dituangkan disini, anggaplah, dukungan partai politik kepada pembangunan dan pengembangan sektor ekonomi masyarakat desa sebagai bagian dari sosialisasi politik.

Hal ini dapat kita lihat dari muatan konsep sosialisasi meliputi partisipasi, rekrutmen dan komunikasi[1]. Ketiga rangkaian tersebut dapat digulirkan sebagai awalan untuk mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor ekonomi masyarakat desa. Partisipasi memenuhi unsur keterlibatan aktif dan keterwakilan. Setiap kalangan berperan aktif serta berinisiatif tanpa ada pemarjinalan maupun diskriminasi.

Sejalan dengan itu, tahap komunikasi dapat dilakukan dengan efektif dalam membentuk pemahaman dan kesadaran terhadap tujuan bersama. Tidak ketinggalan, proses rekrutmen akan berjalan beriringan dengan proses regenerasi kepartaian. Melihat hal ini, perlu langkah hati-hati untuk meletakkan politik secara konsep kepartaian dengan konsep daya dukung pemberdayaan. Jika ada partai politik memiliki kegiatan maka hal itu dianggap sebagai cara partai mencari dukungan suara, dan menaikkan citra partai. Dengan kalimat lain, itu hanya bagian dari simulasi-simulasi kegiatan partai politik.

Baudrillard menjelaskan simulasi merupakan proses reproduksi suatu kejadian, peristiwa yang menggambarkan sesuatu yang nyata dan utama. Tak jarang dalam simulasi, lakon atau peran yang dijalani melebihi realitas maupun fakta yang ada. Sehingga tidak bisa dibedakan mana aksi nyata dan sekedar tontonan. Apabila kita mengambil penjelasan Baudrillard maka terbuka makna perilaku yang terbentuk bisa mengarah pada tafsir aksi yang penuh dengan kepura-puraan. Pada kondisi seperti ini, baudrillard mengidentifikasi sebagai suatu kondisi hiperrealitas[2]. Faktor ini tidak lepas dari aksi-aksi partai yang muncul pada saat pemilu saja.
Tidak ada rekam jejak partai yang secara serius berdampingan dan melakukan kerja-kerja perubahan. Oleh karena itu, tidak salah jika masyarakat meyakini bahwa partai politik hanya memanfaatkan mereka hanya untuk kepentingan politik sesaat. Partai Kebangkitan Bangsa khususnya NTT memiliki potensi untuk menganulir kerangka pemikiran diatas. Suatu partai yang lahir, tumbuh, dan berkembang dari rahim NU yang notabene merupakan organisasi kemasyarakatan dan keagaman terbesar di Indonesia. Faktor kedekatan dengan NU, menyimpan amunisi jejaring yang luas dan daya dukung yang produktif.
Partai dapat membuat kerjasama dengan salah badan otonom NU untuk melakukan kerja pemberdayaan sosial. Selama proporsional dan jelas mekanisme kerja sama antara PKB dan NU maka tidak perlu ada kekhawatiran. Toh, keduanya tidak satu struktur organisasi hanya memiliki semangat yang sama yaitu kebangsaan dan keumatan. Selain itu, partai juga dapat membangun kesepakatan dengan lembaga atau organisasi lain untuk melakukan kemitraan.

Partai dan lembaga pemberdayaan masyarakat dapat berkolaborasi mengembangkan sektor perekonomian desa yang menguasai hajat hidup orang banyak. Format kolaborasi yang diusung bisa berupa lembaga pemberdayaan masyarakat memberikan dukungan pelatihan kepada anggota partai. Semua anggota partai yang mendapatkan pelatihan akan menjadi tim fasilitator masyarakat. Bentuk pelatihan akan menyesuaikan dengan desain pemberdayaan yang mencakup output dan outcome yang diinginkan dari kegiatan ini. Sehingga arahan dari program akan terarah dan jelas.

Salah satu keterampilan yang perlu dimiliki oleh fasilitator adalah community development (pemberdayaan masyarakat) dan livelihood[3]. Pelatihan ini menjadi bekal dan pedoman bagi para fasilitator untuk melakukan kerja-kerja pendampingan di masyarakat. Pelatihan community development mengarahkan fasilitator untuk membangun serta membina hubungan dengan masyarakat, pelibatan warga secara aktif dan kondusif. Selain itu, mengenali dan menggali segala informasi secara lebih dekat tentang lingkungan desa, identifikasi beberapa potensi yang dapat dikembangkan, tantangan dan hambatan dalam pencapaian potensi tersebut.
Sementara livelihood framework menyediakan cara pandang untuk melihat sektor-sektor yang penting sekaligus memunculkan daya multi-efek kepada perkembangan perekonomian masyarakat desa. Disamping itu, upaya rintisan ini diharapkan berlangsung secara berkelanjutan (sustainable). Dengan kalimat lain, implementasi program tidak akan berhenti pada satu fokus saja melainkan dilanjutkan intervensi terhadap sektor lain yang berkaitan secara langsung atau tidak langsung dengan program sebelumnya.

Sejalan dengan hal itu, membangun akses pasar untuk para pelaku usaha perdesaan merupakan kombinasi yang penting. Hal ini bertujuan untuk membentuk jejaring menuju kestabilan dan kemantapan usaha. Umumnya, masyarakat pedesaan merupakan pelaku usaha dengan kategori usaha mikro dan kecil. Definisi tersebut dapat dilihat dari kapasitas produksi, proses produksi, jalur distribusi masih sederhana, modal maupun keterampilan usaha. Hal itu belum termasuk dengan daya saing usaha yang masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah belum ada standar kualitas produk yang konsisten.

Selain itu, kadang produk belum sepenuhnya tersentuh teknologi yang membuat produk tidak mampu untuk menampilkan sisi keunikan secara maksimal. Akses dan jejaring pasar akan membantu pelaku pedesaan untuk dapat menumbuhkan sekaligus mengembangkan usahanya. Pelaku usaha akan mengetahui kualitas produknya berdasarkan penerimaan pasar. Dengan demikian, pelaku usaha akan mendapatkan input mengenai produknya dan langkah yang penting untuk pengembangan produk ke depan.

Beberapa langkah ini juga bisa dianggap sebagai riset sederhana untuk produk usaha. Pelaku usaha pedesaan tidak perlu repot untuk melakukan riset pasar yang rumit dan kompleks. Peran fasilitator adalah menghubungkan pelaku usaha pedesaan dengan pasar dan jejaringnya. Apabila para pelaku usaha sudah memiliki akses dan jejaring maka faktor penguatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Perlahan, usaha mikro dan kecil akan meningkat ke jenjang usaha kecil dan menengah.
Sisi lain yang perlu diperhatikan juga adalah penguasaan dan penguatan terhadap teknologi informasi. Situasi dan kondisi usaha mikro dan kecil bukan berarti tidak membutuhkan sarana teknologi. Melainkan, setiap usaha dengan skala produksi apapun itu akan sangat terbantu dengan memanfaatkan teknologi informasi. Ditambah pula, masyarakat sudah semakin familiar dengan sosial media maupun jejaring sosial. Ke depan, pembangunan perekonomian masyarakat desa tidak harus selalu diawali dengan pemberian kredit usaha.

Pembangunan ekonomi masyarakat tidak hanya menyediakan atau memberikan modal usaha. Melainkan bagaimana ada pelatihan peningkatan kapasitas dan keterampilan para pelaku usaha pedesaan, manajemen usaha, pengembangan produk, akses dan jejaring pasar. Berangkat dari sini, masyarakat pedesaan diharapkan mampu secara mandiri membangun podasi perekonomian desa. Lepas dari ketergantungan menuju masyarakat ekonomi pedesaan yang mantap. [1] Rush, Michael dan Althoff, Phillip, 2008, Pengantar Sosiologi Politik, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 25 [2] George Ritzer & Douglas J. Goodman; 2004; Teori Sosiologi Modern; Jakarta; Penerbit Kencana.***

Komentar Anda?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *