Merawat Tradisi Imlek Di Pulau Timor Lewat Naga Atoin Meto

  • Whatsapp

Kupang, seputar-ntt.com – Siang itu Matahari sedang mencurahkan teriknya di ujung barat pulau Timor. Ada Ratusan orang yang berkumpul didepan toko NAM yang berada di jalan Siliwangi Kota Kupang pada Jumat 19 Februari 2015. Jalan Siliwangi adalah pusat ekonomi kota lama yang didiami oleh etnis Thionghoa.

Rupanya masyarakat Kota Kupang sedang menanti permainan barongsai dalam puncak perayaan tahun baru Imlek 2566. Bagi masyarakat Kota Kupang, permainan barongsai yang gratis hanya bisa ditonton ketika tahun baru cina tiba.

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, jika pada perayaan tahun baru Imlek selalu dibarengi dengan curah hujan yang tinggi. Siang itu terasa lain karena penonton yang menggunakan payung tidak untuk menghindari curah hujan tapi dari terik mentari yang menggigit.

Permainan barongsai sekaligus tanda parayaan tahun baru Imlek di Kota Kupang pada tahun 2015 ini diselenggarakan oleh Leonard Anthonius, pemilik Toko NAM Kupang. Sudah tiga tahun berturut-turut dia yang menjadi sponsor. Para penari barongsai pun adalah karyawan Toko NAM.

Jarum jam menunjukkan pukul 11:30 Wita ketika permainan barongsai dimulai. Ada sembilan orang penari yang tampil pertama dengan melakonkan seekor naga Hijau keemasan. Mereka tergabung dalam tim Naga Atoin Meto (NAM).

Ada yang menarik dari sosok para pemain, sebab biasanya para penari barongsai adalah pemuda dan pemudi etnis Thionghoa, tapi di Kupang yang memainkan barongsai adalah pemuda Timor, Sabu dan Rote. Walaupun demikian mereka sangat piawai dalam memainkan barongsai. Tidak kalah dengan permainan yang biasa kita tonton di televisi.

“Kami sudah berlatih selama satu bulan untuk menampilkan permainan barongsai ini. Kami adalah karyawan toko NAM. Ada orang timor, Sabu maupun Rote. Intinya yang tergabung dalam Naga Atoin Meto ini adalah lintas suku dan agama,” kata Yos Seran, koordinator Naga Atoin Meto, kepada seputar NTT.

Menurutnya, permainan barongsai yang mereka lakonkan telah memberi arti tersendiri yakni adanya transformasi budaya. “Selain itu, kami merasa tidak ada sekat antara etnis tionghoa dengan kami anak-anak pribumi. Kami senang dan bangga bisa bermain barongsai,” tambahnya.

Selain menampilkan tarian Naga, mereka juga menampilkan dua permainan barongsai yang cukup memukau. Naga maupun barongsai yang sedang dilakonkan ini menerima banyak angpao dari para penonton yang berada di balkon utama yang rata-rata adalah etnis Thionghoa.

“Ini kami lakukan untuk terus melestarikan tradisi tahun baru Imlek. Semua penari adalah karyawan kita sendiri. Kita berharap agar di tahun yang bersio Kambing kayu ini membawa berkat dan keberuntungan bagi kita semua,” kata Leonard Anthonius, pemilik Toko NAM.

Untuk melestarikan permainan barongsai sebagai tradisi perayaan tahun Baru Imlek, kata Leonard, pihaknya terpaksa harus mendatangkan pelatih dari Bandung untuk melatih para karyawan. Hal ini dilakukan supaya tidak menjadi kendala terhadap pemain barongsai ketika dibutuhkan.

“Kita punya pengalaman, dulu ada Naga Timor yang selalu memaikan barongsai, tapi kemudian hilang. Kalau kita bayar pemain dari luar harganya mahal sehingga kita melatih karyawan kita sendiri. Hasilnya luar biasa. Mereka tidak kalah dengan pemain barongsai di daerah lain,” ungkapnya. (joey rihi ga)

Komentar Anda?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 comments