Kupang, seputar-ntt.com – Sebanyak 17 anak asal Sumba Barat Daya ( SBD) dan Kabupaten Kupang diamankan di Rumah Penampungan Trauma Center (RPTC ) Kelurahan Pasir Panjang Kota Kupang. Mereka diduga mengalami peyiksaan di Panti Asuhan Pelita Hidup di Kelurahan Oebobo.
Kepala Dinas Sosial Kota Kupang, Feliksberto Amaral mengatakan saat melakukan kunjungan untuk melihat keberadaan 17 anak yang di tampung di RPTC, Senin ( 19/6/2017) menuturkan, kejadian ini berawal dari Polres Kupang Kota yang mendapatan laporan adanya anak Panti yang berhasil meloloskan diri dan melapor ke polisi pada Selasa 13 Juni 2017.
“17 anak yang ditampung ini mengaku mereka mendapat siksaan di panti tersebut, sehingga ada salah satu dari mereka yang nekat lompat pagar untuk loloskan diri dan ditolong warga sekitar panti tersebut, dan kemudian dibawah ke polisi untuk melaporkan kejadian terebut,”ungkap Amaral
Amaral mengaku, anak-anak yang ditampung tersebut bukanlah anak-anak dari Kota Kupang, namun karena terpanggil dan adanya rasa kemanusian dan juga tugas dan fungsi Dinsos maka mereka ditampung di RPCT hingga proses pemulangan ke daerah asal mereke.
“Dari 17 anak ini terdapat 7 anak dari Kabupaten Kupang dan 10 dari Sumba Barat Daya. Kami telah berkoordinasi dengan provinsi secara tertulis dengan tembusan ke Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya dan Pemerintah Kabupaten Kupang,” tegas Amaral.
Menurut Amaral, terkait hal ini Dinas Sosial Kota Kupang sedang melakukan eveluasi terhadap 17 panti asuhan yang ada di Kota Kupang. ” Kami akan melakukan evalusasi terhadap 17 panti asuhan yang ada di Kota Kupang. Kami akan meminta setiap panti memprestasikan keberadaan mereka, karena salah satu persyaratan sebuah panti misalnya anak-anak tidak boleh tidur di lantai, tapi harus ada tempat tidur,”kata Amaral.
Sementara salah satu anak panti asal Sumba yang berhasil diamankan di RPCT, Yohanes Berokalein menuturkan, hingga dirinya masuk di panti Pelita Hidup ini, karena adanya tawaran dari pihak panti saat ke Sumba bahwa akan dikasih sekolah secara gratis dan diberikan sarana pendidikan yang lengkap sehingga dibawah ke Kupang untuk ditampung di panti tersebut.
“Saya sampai masuk di panti Pelita Hidup, karena kami dijanjikan untuk sekolah, dan itu terpenuhi , namun ternyata dengan berikan sekolah kami dipaksa bekerja sebagai buruh kasar yakni angkat campur, dan pekerjaan lain yang layaknya seorang buruh tukang, karena jika tidak maka kami dipukul,” tutur Yohanes.
Yohanes menambahkan, dirinya pernah di pukul dan bahkan ditampar dengan sandal jika tidak kerja dan bahkan waktu libur dipaksa kerja dari pagi hingga malam tanpa ada waktu istirahat.
Hal senada juga dikatakan salah satu anak asal Oenuntono Kecamatan Amabi Oefeto Timur, Kabupaten Kupang yang juga ditampung di panti tetsebut. Dirinya menuturkan, selama ditampung di panti tersebut mendapat perlakuaan yang kasar.
“Saya masuk di panti ini karena dijanjikan akan diberikan sekolah dan akan diberikan laptop oleh pemilik panti, namun ternyata malah dapat siksaan,” ujarnya.
Sementara itu Albina yang merupakan anak yang melompat pagar untuk melaporkan kejadian kepada polisi menutur, dirinya sampai melompat pagar panti tersebut, karena dirinyabtidak bisa menahan akan perlakukan di panti tersebut. “Saya lompat pagar sekitar jam 9 malam dan warga disekitar menolong saya, sehingga saya dibawa kantor polisi untuk melaporkan semua kejadian di panti tersebut,” kata Albina.
Albina mengaku, didalam panti mereka dipaksa untuk bekerja layaknya seorang buruh bangunan, dimana anak perempauan dipakasa campur campuran dan anak laki-laki angkat campuran.
“Jika terlambat melakulan apa yang diperintahkan, kami dipukul atau ditampar, bahkan kami tidak diberikan waktu untuk mengerjakan tugas sekolah karena harus bekerja, sehingga saya tidak bisa tahan dan berusaha melompat pagar untuk bisa kabur,” kata Albina. (riflan hayon)