Materi Gender Masuk  Kurikulum Pendidikan Guru

  • Whatsapp

Kupang, seputar-ntt.com – Materi gender harus masuk dalam kurikulum pendidikan guru. Hal itu disampaikan, Wakil Ketua DPD Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) NTT, Bidang Perempuan dan Anak, Ekoningsih Lema, SPd, MSi pada Seminar Nasional Pendidikan bertajuk Merekonstruksi Kualitas Pendidikan NTT menuju Indonesia Emas belum lama ini di GMIT Center.

Sesi Pendidikan Ramah Anak dan Inklusif dalam Perspektif HAM yang dipandu moderator  aktivis perempuan dan anak, Ana Djukana tersebut, Ekoningsih yang biasa disapa Ningsih mengatakan untuk menghadirkan sekolah yang responsif gender selain kebijakan pendidikan, guru masih memegang pernanan penting. 

Karena itu pendidikan gender harus masuk  kurikulum pendidikan guru dan dalam kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kapasitas tenaga kependidikan. 

Dikemukakan sekolah  menjadi ramah anak harus memperhatikan beberapa hal  yakni relasi sehari hari, manajemen dan peraturan sekolah, sarana, prasarana dan lingkungan serta kurkulum dan kebijakan.

Menurut Ketua Badan Pengurus Perempuan GMIT ini, relasi sehari hari mencakup pengasuhan positif disiplin, kampanye hak anak dan sekolah serta lingkungan tanpa kekerasan.

Sementara manajemen dan peraturan sekolah kata jebolan S2 Kajian Gender Universitas Indonesia ini, pengembangan kode etik sekolah, dibuat menggunakan perspektif perlindungan anak.

Lebih lanjut dikemukakan sarana, prasarana dan lingkungan dimana pembentukkan forum anak di semua sekolah, diharapkan sesuai dengan keamanan dan kebutuhan anak.

Sedangkan lanjut gender spesialis Program Envision WVI kerjasama Uni Eropa, kurikulum dan kebijakan menyangkut pengembangan standar opersional prosedur (SOP) penanganan kasus kekerasan anak di sekolah, positif disiplin dan literasi ke dalam kurikulum. 

Sekolah tambah mantan Ketua Lembaga Pengkajian Gender Pengurus Pusat GMKI  menjadi tempat pencegahan sekaligus edukasi budaya yang ramah anak dalam bentuk perilaku dan kebiasaan kebiasaan baik.

 

@Merugikan@

Pada kesempatan tersebut Sekwil NTT Koalisi Perempuan Indonesia menjelaskan mengacu pada panduan Kementrian Pendidikan RI tentang Sekolah Inklusif dan Panduan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak RI tentang Sekolah Ramah Anak, kebijakan Pemerintah Provinsi NTT untuk masuk sekolah pukul 05.30 Wita adalah kebijakan yang merugikan  anak anak, orang tua dan guru.

Menurut dia, kebijakan ini tidak memperhatikan kebutuhan terbaik anak dan melanggar hak anak sebagaimana amanat UU Perlindungan Anak. 

Anak tambahnya menjadi orang yang paling merasakan dampak negatif dari kebijakan ini karena itu kebijakan ini ditolak demi anak dan harus dikaji ulang jika tujuannya adalah meningkatkan kualitas lulusan sekolah.

Ditegaskannya keluarga yang menjadi pendukung utama pendidikan anak juga mengalami adaptasi yang tidak mudah, seorang ibu baik itu sebagai orang tua atau ibu guru paling merasakan  dampak negatifnya jika pembagian kerja domestik oleh masyarakat patriarki masih menyerahkan pada perempuan (anak atau ibu) dimana NTT masih sangat patriarkhi.

Pada sesi tersebut beberapa peserta merespon materi dari  Ningsih dalam sesi tanya jawab yang berlansung  dinamis meski waktu itu sudah sore dimana peserta sudah mengikuti kegiatan  sejak  pukul 08.00 Wita.

Banyak peserta mengaku senang dengan sesi ini karena meski materi berat tetapi dikemas dengan apik jadi tidak membuat mengantuk dan materi bisa diserap.  (non)  

Komentar Anda?

Related posts