Inspirasi: Yohanes 15:13
Sahabat, memiliki hubungan yang sangat erat, saling rasa, selalu bersama melewati setiap peristiwa hidup, bahkan; bisa lebih dari hubungan saudara kandung.
Sahabat selalu setia menerima curahan isi hati yang penat, rahasia hidup, dan Pundak Sahabat sering dijadikan tempat sandaran menerima tetesan air mata kesedihan, mungkin juga air mata sukacita.
Namun, Beda dengan SAHABAT yang satu ini. Gaya persahabatan yang aneh, bahkan sulit memahami gaya Dia bersahabat.
Semua orang adalah sahabat-Nya. Padahal tidak semua orang datang mecurahkan isi hati berbagi masalah hidup dengan-Nya, tidak semua orang juga datang bertemu memeluk-Nya dan menangis di pundak-Nya.
Namun, hal itu tidak membuat Dia bersedih, Dia tetap menceritakan suasana hati-Nya di hadapan sahabat-sahabat-Nya. Sebagai manusia sejati ada rasa yang berkecamuk, ingin mati rasanya. Begitulah kira-kira Dia memulai percakapan di malam mencekam itu. “Salah seorang dari antara kalian akan menghianati Aku. Dia tidak mengusir sahabat yang menghianatinya atau bahkan menyuruh yang lain untuk menyiksa si penghianat itu. Dia malah mengajak semuanya ada dalam perjamuan yang kudus. Roti dibagi-Nya sambal berkata inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku. Cawan berisi anggur dibagikanNya, Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.
Begitu tenang suasana, namun dalam batin kisah KASIH seorang SAHABAT akan dimulai.
Hati-Nya gelisah bercampur ketakutan, pada suatu malam yang mencekam di taman Getsemani.
Ditemani tiga orang sahabat-Nya, bukan menemani-Nya bersedih, tetapi untuk berjaga-jaga, supaya jangan ada yang mengganggu saat Dia berdoa.
Sepertinya Dia tahu, jalan terjal berduri akan Dia alami. Keringat ketakutan berpeluh darah.
Kalimat harapan keluar dari mulut-Nya yang gemetar, “Bapa biarlah cawan derita ini lalu dari-Ku, tapi bukan kehendak-Ku yang jadi, melainkan kehendak-Mu,” (Injil. Matius. 26:39)
KASIH seorang SAHABAT terlihat jelas, murid yang dikasihi-Nya datang dengan ciuman penghianatan, Dia tidak marah, malah tersenyum dan berkata engkau menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman?
Ditangkap, dihakimi, Penghinaan demi penghinaan, tuduhan demi tuduhan, tanpa ada pembelaan, malah penyangkalan dari sahabat terpercaya. hancur Hati-Nya saat wali negeri mencuci tangan atas hukuman-Nya.
Hal yang semestinya tidak pantas Dia terima, Hukuman Mati ditanggung-Nya. TAPAK-TAPAK BERDARAH sepanjang Viadolorosa menjadi tontonan.
Siksaan cambuk bermata timah berujung runcing mendarat bengis dengan 236 luka menganga di sekujur tubuh suci, Didandani mahkota berduri 3 cm yang tertusuk melukai kepala-Nya, Kayu salib berbeban 150 Kg tanggungan pundak-Nya. Jalan sengsara dilalui-Nya, pengikutnya bersedih dibalas dengan ucapan Jangan tangisi Aku, tangisilah dirimu dan anak-anakmu, (Injil. Lukas. 23:28).
3 kali jatuh tersungkur, langkah tertatih pun selesai di puncak bukit tengkorak, Golgota bukit penyaliban.
Teriakan menggelegar, saat paku karat 32 Cm menusuk tangan dan kakinya. Paku sebagai tumpuan, tubuh-Nya melekat pada kayu berpalang.
Tidak ada amarah, tidak juga dendam, hanya doa yang terucap dari salib itu “YA BAPA AMPUNILAH MEREKA, KARENA MEREKA TIDAK TAHU APA YANG MEREKA PERBUAT.”
Tidak ada kata makian yang terucap ketika ada yang menghujat dan mengejek Dia. Pengakuan ndan penyerahan diri seorang penjahat, adalah kesempatan bagi-Nya memperkatakan perkataan Ilahi dengan memberi jaminan hidup damai yang kekal “SESUNGGUHNYA HARI INI JUGA ENGKAU BERSAMA-SAMA DENGAN AKU DI DALAM FIRDAUS.”
Tidak ada tangisan, ketika Dia melihat Ibu dan saudara-saudaraNya menangis dibawah Salib.
“IBU, INILAH ANAKMU, ANAK INILAH IBUMU.”
Merasa sepi tidak ada Pembelaan, teriakan pasrah penuh harap terdengar, “ALLAH-KU, ALLAH-KU, MENGAPA ENGKAU TINGGALKAN AKU.?..!!”
Sesekali tubuh lemah, 17 jam kehausan membutuhkan kekuatan, Dia cuma berkata “AKU HAUS,” anggur asam diberikan, Sungguh Terhina.
Kegenapan misi pengorbanan selesai, saat Dia berkata “SUDAH SELESAI,” Dan dengan kepala menengadah Dia menyrahkan nyawa-Nya “YA BAPA KE DALAM TANGAN-MU, KU SERAHKAN NYAWAKU,”
Kepala-Nya tertunduk, tanda tubuh tidak bernyawa tergantung di Kayu Salib.
Belum puas, tombak tajam terhunus pada lambung-Nya. 6 liter darah suci mengalir, Air Mata ALLAH menetes sedih dari surga. Sudah genap misi keselamatan bagi dunia ini, dosa dunia dibayar lunas dengan darah yang mahal, oleh Darah Suci seorang SAHABAT. Darah Anak Domba Allah.
Adakah kita pernah mengalami Kisah PERSAHABATAN seperti ini? kita cuma mendengar cerita, berbahagia lah kita tidak melihat namun percaya, Bahwa SAHABAT itu adalah Tuhan kita. Jangan sekali-kali hianati KASIH-NYA.
“Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” *muzeis ~