Kupang, seputar-ntt.com – Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan membuat sendi-sendi perekonomian di daerah ini menjadi lesuh bahkan bisa dikatakan mati suri.
Bisnis media massa, terlebih media cetak juga ikut terdampak.
Berbagai strategi bisnis dibangun untuk bisa tetap eksis di tengah masa pandemi yang belum diketahui kapan berakhir.
Hal itu bisa dilihat dari pengurangan jumlah halaman koran.
Semisal, Harian Timor Express (TIMEX) yang berpusat di Graha Pena, Jalan Piet A. Tallo, Kelurahan Liliba, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang.
Anak media Jawa Pos Group ini selama masa pandemi Covid-19 telah melakukan beberapa kali pengurangan jumlah halaman dan perubahan rubrikasi.
Pengamatan media ini, rubrik-rubrik yang menjadi andalan di koran ini bahkan ditiadakan.
Jumlah halaman koran TIMEX yang semula 24 halaman seiring waktu berjalan perlahan dipangkas menjadi 20 halaman, kemudian kini tersisa 16 halaman.
TIMEX sempat terbit 16 halaman setiap hari, kemudian hanya berlaku Senin-Sabtu, dan untuk terbitan Minggu menjadi 12 halaman.
Bahkan manajemen TIMEX saat ini membuat keputusan untuk terbit 16 halaman hanya di hari Senin-Rabu. Sementara, Kamis-Minggu, TIMEX terbit dengan 12 halaman.
Jumlah halaman koran TIMEX yang terus berkurang ini menuai kritik dan protes dari pelanggan dan pembaca setianya.
Manajemen TIMEX bahkan dinilai seenaknya mengurangi jumlah halaman tanpa mempedulikan hak-hak pembaca dan pelanggan.
Padahal sejak sebelum pandemi Covid-19 melanda daerah ini, TIMEX telah menjadi koran termahal di NTT dengan harga Rp 4000 per eksemplar.
Pelanggan dan pembaca setia TIMEX bahkan menuding manajemen TIMEX telah membuat keputusan dan bertindak sewenang-wenang dengan mengangkangi hak-hak mereka.
Tudingan tersebut karena pengurangan halaman yang dilakukan TIMEX tidak diikuti pula dengan penurunan harga.
“Selaku pelanggan/pembaca koran TIMEX, saya merasa kurang puas terhadap pelayanan manajemen TIMEX terhadap kami. Yang kami alami adalah berkurangnya halaman koran TIMEX tidak seperti biasanya 24 halaman, bahkan ada hari-hari tertentu jumlah halaman semakin sedikit. Jika dibandingkan dengan harga langganan kami maka tidak sesuai dengan harga yang tertera Rp 4000 per eksemplar. Kami langganan TIMEX saat masih 24 halaman dengan harga Rp 4.000. Kalau kasih kurang halaman ya harga juga harus kasih turun. Itu baru adil. Kemudian porsi berita lokal juga berkurang, lebih banyak berita nasional. Padahal yang kami lebih butuhkan itu berita-berita lokal,” ungkap Samuel Koroh, salah satu pelanggan dan pembaca TIMEX di Kabupaten Kupang, Kamis (19/8/2021) siang.
“Kami tidak tau alasan apa yang menyebabkan manajemen TIMEX mengurangi halaman. Namun sebagai pembaca dan pelanggan, hal ini harus dijelaskan kepada kami. Jika alasannya karena kondisi pandemi Covid, kami juga alami demikian,” tegas dia.
Hal senada disampaikan Fransisco Bernando Bessi, SH.,MH., pembaca sekaligus pelanggan setia TIMEX di Kota Kupang.
Menurut Fransisco, pengurangan jumlah halaman itu sangat berdampak pada menurunnya asupan informasi dari TIMEX.
“Sebagai pembaca setia, kami sangat membutuhkan informasi sebanyak-banyaknya dari TIMEX. Tapi belakangan, kami menilai TIMEX sepertinya seenaknya mengurangi jumlah halaman, sehingga informasi yang kami dapatkan dari TIMEX menjadi sangat sedikit. Sedangkan harganya tidak diturunkan, ini jelas sangat tidak adil. Selama ini walaupun mahal kami tetap bayar karena kami butuh TIMEX, tapi ini memang sudah keterlaluan. Karena kalau alasan Covid-19, kita semua terdampak,” tandas Fransisco.
Dia juga berharap kualitas berita TIMEX juga harus ditingkatkan lagi sehingga pembaca dan pelanggan dapat mendapatkan informasi berharga dan berkualitas.
“Sebagai pembaca setia TIMEX yang bergelut di bidang hukum, minimal rubrik Metro Hukum bisa tayang kembali, sehingga seluruh persoalan hukum, dalam hal ini yang menarik perhatian masyarakat, bisa dimuat di TIMEX. Supaya bisa adanya check and balance, dan juga kegiatan dari aparat penegak hukum lainnya, termasuk juga kami selalu advokat atau pengacara, sehingga masyarakat bisa mendapatkan referensi hukum dari orang-orang yang berkompeten di bidangnya,” harap Fransisco yang juga advokat muda Peradi di Kupang. (*)