Kupang, seputar-ntt.com – Baik menurut Bank Dunia maupun Curva Lorenz, Gini Ratio NTT pada September 2024, tercatat dalam kondisi ketimpangan rendah.
Hal ini terbukti pada tabel adanya penurunan 0,14 poin, jika dibandingkan bulan Maret 2024 yang yang tercatat 20,93.
Demikian diungkapkan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTT, Matamira Bangu Kale dalam jumpa pers virtual, Rabu (15/1/2025).
Dikatakan Matamira, seiring dengan turunnya tingkat kemiskinan menjadi 19,0 2% pada September 2024, Gini Ratio juga turun tipis dari 0,3162 pada Maret 2024 menjadi 0,3155 pada September 2024.
“Namun kalau kita lihat berdasarkan wilayah Gini Rati, justru mengalami peningkatan baik di pedesaan maupun di perkotaan,” tegas Matamira.
Dijelaskan Matamira, Gini Ratio di pedesaan maupun di perkotaan sama-sama mengalami peningkatan sebesar 0,001 poin, meskipun peningkatannya tipis sekali.
“Dimana pada periode Maret September 2024 ini Gini Ratio perkotaan meningkat dari 0,281 menjadi 0,282, dan untuk pedesaan meningkat dari 0,305 menjadi 0,306,” ujar dia.
Ditambahkan Matamira, jika melihat kelompok ketimpangan menurut Curva Lorenz, menunjukkan Nusa Tenggara Timur berada dalam ketimpangan rendah, yaitu di bawah 0,35
“Gini Ratio angkanya berkisar antara 0 sampai 1, Jika semakin besar artinya ketimpangan semakin tinggi. Jadi kalau mendekati 1 atau sampai 1 termasuk ketimpangan sempurna,” tambahnya.
Jika diamati, lanjut dia, Gini Ratio menurut provinsi pada periode Maret sampai September 2024, provinsi-provinsi yang mengalami penurunan dan peningkatan Gini Ratio, peningkatan tertinggi di terjadi di Papua Provinsi Papua yaitu meningkat 0,043 poin, dan penurunan Terdalam di Papua Tengah sebesar 0,026 poin.
“Perbedaan Gini Ratio peningkatan atau penurunan rasio, terjadi karena perilaku dari masyarakat 40% terbawah, yang perilakunya berbeda-beda antara Provinsi. Sehingga komposisi dari pengeluaran masyarakat yang menyebabkan adanya perbedaan,” ujar Matamira.
Lebih lanjut Matamira menjelaskan, selain Gini Ratio, ukuran ketimpangan yang biasa digunakan juga adalah ukuran lain yang merepresentasikan ketimpangan pengeluaran, yakni persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40% terbawah.
Secara rinci Matamira memaparkan, indikator ini dikeluarkan oleh Bank Dunia bahwa tingkat ketimpangan terbagi menjadi tiga kategori, yakni Ketimpangan Tinggi, jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40% terbawah itu di bawah 12%.
Lalu, tambah Matamira, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12 sampai 17% dan ketimpangan rendah jika angkanya di atas 17%
“Pada September 2024, persentase pengeluaran kelompok penduduk 40% terbawah, tercatat sebesar 20,79% artinya distribusi pengeluaran penduduk berada pada ketimpangan rendah,” pungkas Matamira. (joey)