Festival Kelabba Maja, Interplay Ekonomi dan Politik

Kelaba Maja, dan budaya masyarakat di Kabupaten Sabu Raijua

EDITORIAL

Awal rencana melaksanakan festival Kelab’a Maja di Kabupaten Sabu Raijua sudah dimulai dengan pro kontra di dunia maya. Mereka membangun argumen dan alasan logis masing-masing. Ada kelompok orang yang mengatakan bahwa ide bagus dan segera dilaksanakan karna akan meningkatkan ekonomi rakyat. Separuh orang mengatakan ide bagus tapi jangan dulu lakukan karena Sabu Raijua masih bermasalah dgn infrastruktur, lalu ada juga kelompok yang tetap pesimis saja melihat segala sesuatu menjadi negatif, itulah mereka yang berseberangan politik masa lalu dan masih tetap terluka.

Melaksanakan festival Kelab’a Maja di Sabu Raijua itu bagian dari program pembangunan pariwisata yang tidak tiba-tiba jatuh dari langit atau ide cemerlang seseorang didaerah itu, tetapi merupakan program Pemerintah Daerah dalam Visi dan Misi yang telah di jabarkan dalam RPJMD dan Renstra Daerah dan Dinas.

Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua atau yang dikenal dengan MANDIRI Jilid II memiliki Visi dan Misi serta Program yang sangat jelas tentang pembangunan pariwita, boleh saja dilihat dalam Misi poin kelima, bahwa dalam misi tersebut pembangunan pariwisata di tetapkan secara jelas walaupun tidak di sebut festival Kelab’a Maja tetapi kegiatan festival atau apa saja namanya sudah tersirat dalam Misi pembangunan 5 tahun.

Misi kelima menetapkan bahwa pembangunan pariwisata dimulai dari

1.Mensosia-lisasikan lebih tajam “Kalender Budaya” menurut budaya Sabu Raijua yang mendekati penanggalan sesuai dengan kalender modern untuk pemasaran pariwisata.

2. Wisata Budaya: mengupayakan pembenahan tempat-tempat pemujaan, upacara adat, tarian, musik, sambil memelihara tampilan asli dan maknanya menurut budaya Sabu Raijua.

3. Wisata Bahari: identifikasi pantai, pembenahan kawasan untuk pembangunan fasilitas wisata
bahari.

4. Membenahi Website Kabupaten Sabu Raijua yang sudah ada sebagai sarana di dunia maya untuk memperkenalkan berbagai potensi sumber daya termasuk budaya Sabu Raijua.

5. Mengundang investor dari dalam dan luar NTT untuk membangun infrastruktur wisata seperti
Hotel, Motel dan Cottages dalam jangka menengah dan jangka panjang.

Program pariwisata yang termuat dalam Visi dan Misi ini hendaknya dilakukan secara baik sehingga segala sesuatu memang dalam keadaan siap dan selanjutnya dilakukan berbagai event termasuk event Kelab’a maja. Mengapa harus dimulai dari misi diatas, tentu pembangunan pariwisata bukanlah suatu kegiatan Riwa-riwu yang akan mendatangkan hiburan sesaat atau untuk kepentingan popularitas politik atau aksi membuat tulisan indah pada sepotong papan hanya mau menghimbau pengunjung utk lupakan yang lalu bahagia disini dan lain-lain, tetapi pariwisata harus di tetapkan sebagai Prime Mover (Penggerak Utama) ekonomi kerakyatan.

Tidak hanya pada pemerintahan presiden Jokowi saat ini tetapi pada masa Presiden SBY justru sektor pariwisata termasuk dalam Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan menetapkan Bali dan Nusa Tenggara tentu saja Sabu Raijua juga didalamnya sebagai gerbang masuk pariwisata, mengapa karena indonesia bagian timur termasuk dalam sabuk wilayah yang memiliki pesona alam baik laut demikian darat yang tiada duanya di dunia, tidak hanya itu Adat dan Budaya yang begitu kaya tentu semuanya akan menjadi faktor penarik (pulling factors) bagi wisatawan baik domestik demikian juga manca negara.

Festival Kelaba Maja yang dilaksanakan oleh Pemda sabu Raijua tentu saja diharapkan bisa memberikan nilai lebih (selling point) khususnya bagi ekonomi dan peredaran uang segar di daerah itu demikianlah harapannya, lalu apakah benar bahwa hal itu bisa tercapai? jawabannya sangat tergantung pada apa yang dilakukan saat ini.

Persoalannya tidak karna wisatawan datang berbondong-bondong lalu uangnya di hambur dengan gampang dimana saja tetapi paratamu itu akan memboroskan uangnya utk hal dan barang yang dia butuh dan senang, apakah org Sabu Raijua telah siap untuk memenuhi kebutuhan dan kesenangan tamu yang dayang itu atau justru orang sabu hanya datang sebagai pelancong kampung yang datang menonton kegitan yang dilakukan tau menonton tamu yang hadir?. jika begitu maka tak ada uang dari koceh tamu yang jatuh dan beredar, tidak hanya itu apakah kebutuhan makan dan tidur para tamu itu terpenuhi sesuai keinginan? Bisakah orang Sabu Raijua menyajikannya sesuai dengan keinginan atau justru sebaliknya orang mencari makan saja menjadi luar bisa sulitnya? jika ini yang terjadi maka pasti tidak pernah ada transaksi apa-apa antara tamu dengan rumah makan demikian juga antara rumah makan dengan penyedia bahan baku alias petani yang akan suplay bahan makanan sayur, tomat, cabe, terong dan lain-lain, demikian juga dengan peternak dan nelayan artinya tidak ada uang yang beredar ditangan masyarakat kecil. Lalu bagaimana dengan akomodasi atau hotel, apakah tersedia kamar hotel yang cukup nyaman bagi para Tamu atau katakan saja dirumah penduduk yang cukup representasi utk mereka beristirahat dengan aman dan nyaman, jika ini tidak tersedia maka uang juga tidak beredar ditangan masyarakat, di hotel tentu ada pekerja maka upah harus dibayar, di hotel butuh makan minum juga butuh hasil kerja petani dan nelayan dan sebagainya.
Kalau tersedia dengan baik tentu saja uang akan mengalir sampai ke tangan rakyat kecil. Jika semua apa yang diuraikan diatas tidak tersedia maka tidak hanya uang yang tidak beredar dan tak berdampak terhadap ekonomi masyarakat tetapi yang lebih rusak adalah para Tamu akan menjadi tidak nyaman dan akhirnya menimbulkan kesan buruk terhadap daerah dan dunia pariwisata di daerah itu, artinya apa yang dilakukan justru menjadi bumerang dan pemerintah sedang meretas jalan menuju pusara kematian bagi pariwisata di bumi Hawu Miha.

Bagaimana dengan kegiatan festival Kelab’a Maja? Benarkah telah memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat atau itu sekedar kegiatan wara-wiri yang ingin menarik simpatik masyarakat dalam rangka kepentingan politik ke depan? bukan hanya itu masyarakat bisa pertanyakan tentang untung dan rugi dari kegiatan tersebut, berapa besar biaya daerah yang dikeluarkan utk kegiatan itu lalu berapa banyak tamu yang datang serta berapa banyak uang para tamu yang di hambur dan sampai ketangan masyarakat. Semuanya bisa diestimasi, kelihatan tak banyak tamu juga yang hadir, tak ada sesuatu juga yang menarik yang akan menjadi kesan baik dan akan ditularkan pada org lain sehinga jika hal yang sama dilaksanakan maka org akan tertarik datang lagi demikian kesan berapa tamu yang datang bersama Gubernur.

Mungkin pemikiran inilah yang mendorong pemerintah yang lalu tidak ingin tergesa-gesa melakukan event sebelum semuanya siap secara baik.
Jika event festival Kelab’a Maja dilakukan dengan niat pertumbuhan ekonomi maka silakan saja masyarakat menilai dan membuat perhitungan berapa uang yang masuk ke daerah dan berapa uang yang digelontorkan daerah untuk membiayai kegiatan itu, lalu siapa yang kenyang siapa yang lapar? Jangan sampai kegiatan ini adalah untuk kepentingan politik yang beraroma dan berjubah peningkatan ekonomi.

Jika hanya ingin membangun ekonomi saja kenapa susah payah melakukan hal yang tak pasti sementara yang sudah pasti dibiarkan terbengkalai, garam sampai dimana, Gubernur saja sementara bangga dengan program garamnya sampai presiden datang panen pada lahan hanya 10 ha, lalu Sabu Raijua kenapa tidak kerjakan itu untuk rakyat dan bangga sepeti Gubernur juga, bagaimana dengan pabrik air kemasan kenapa dibiarkan mubazir jangan-jangan belum dapat teknisi dan pengelola yang bisa diatur, demikian dengan pabrik garam Nataga dan pabrik rumput laut.

Aneh benar, pekerjaan yang telah menjadi lapangan kerja bagi rakyat dan menghasilkan PAD bagi daerah justru dibiarkan, lalu berurusan dengan hal yang tak pasti, mudah-mudahan rakyat tidak tertipu dengan tipuan yang dilakukan. (*)

Komentar Anda?

Related posts