Seba, seputar-ntt.com – Sekalipun didominasi wilayah yang tandus, namun Sabu Raijua memiliki sejuta sidik jari Tuhan Allah yang tersedia disana. Tinggal bagimana seorang pemimpin mampu menemukan dan mengelolanya satu persatu demi kesejahteraan rakyat di bumi sejuta lontar. Salah satu peluang yang musti dikelola karna didukung oleh ketersediaan bahan baku adalah sektor industri di Sabu Raijua. Beberapa pabrik sudah pernah dibangun dan beroperasi. Namun sayangnya tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Paket TRP –Hegi melihat peluang industi di Sabu Raijua, cukup terbuka dan menjanjikan untuk dikelola.
“Sektor Industri yang akan kita bangun di Sabu Raijua akan memberi efek domino bagi masyarakat. Bukan hanya sekedar membuka lapangan kerja bagi generasi muda atau peningkatan PADS untuk daerah semata tapi juga tentang harga diri dan nama baik daerah kita di mata daerah lain,” kata Takem Radja Pono saat menyampaikan orasi dalam kampanye terbatas di desa Daieko, Kecamatan Hawu Mehara pada Sabtu, (3/10/2020).
Takem Radja Pono mengatakan, di Sabu Raijua sudah ada pabrik rumput laut, pabrik air minum dalam kemasan hingga pabrik garam beryodium. Ketiga idustri tersebut harus dilanjutkan dan tidak boleh dibiarkan mubasir karena ada uang rakyat disana. Sabu Raijua harus mampu mengekspor garam yodium, air minum dalam kemasan dan produk rumput laut ATC (cips) keluar.
“Berkaitan dengan pembangunan industri di daerah ini, sudah banyak dilakukan, mulai dari pembangunan tambak garam, pabrik pengolahan garam Nataga menjadi garam yodium, kemudian pabrik air kemasan, pabrik rumput laut, rencana pembangunan pabrik karung plastik yang dananya sudah digelontorkan tapi tidak dilakukan, lahannya sudah dibebaskan itu di wilayah Daieko tapi itu tidak dilakukan. Kalau Tuhan berkenan kami pimpin daerah ini, saya dan Hegi akan melanjutkan. kita akan mengurus yang terbengkalai, kita akan melanjutkan semua yang ada dan kita akan melakukan lagi hal-hal baru,” kata Takem.
Berkaitan dengan industri ini kata Takem Radja Pono, ada tiga hal yang ingin dicapai. Pertama adalah terciptanya lapangan kerja baru bagi orang Sabu Raijua. Hal kedua adalah Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS) bisa meningkat dengan tajam. Hal Ketiga adalah adanya efek domino yang akan dinikmati oleh masyarakat kecil, misalnya mereka yang ada di wilayah pelabuhan, di pasar-pasar, di pertokoan dan pedagang kaki lima yang akan menikmati. “Lapangan kerja baru khusus untuk tambak garam ini, siapa saja, yang bersekolah atau tidak sekolah tidak peduli, yang penting dia masih punya tenaga dan bisa bekerja, tambak garam yang ada ini kami rencana untuk lima tahun kedepan harus ada pengembangan dari 121 ha yang sudah pernah dibiaya tetapi separohnya telah berantakan kita perbaiki dan kita menambahnya lagi hingga mencapai 1000 ha. Tapi di tahun pertama kita perbaiki dulu semua yang 121 hekatar ini supaya saudara kita yang sudah bekerja lalu dihentikan, bisa mulai kerja lagi, mereka harus menerima upah dan mereka harus membangun kehidupan yang lebih layak. Diupayakan bukan memberhentikan pekerja, tapi upayakan untuk mereka bekerja. Sangatlah bodoh kalau ada Pemerintah menghentikan orang untuk tidak bekerja. Kalau ada sesuatu masalah, selesaikan masalahnya, jangan sampai dia kehilangan piring makan. Yang begitu kita tidak setuju,” kata Takem.
Takem merincikan dari 121 hektar lahan tambak garam yang ada, maka sudah menyerap 1.210 orang tenaga kerja dengan hitungan 1 hektar dikelola oleh 10 orang pekerja. “Ada orang yang mengatakan jual garam dengan Rp 400 atau Rp 500 menjadi rugi. Ini pemerintah bodoh namanya, keuntungan pemerintah bukan soal berapa uang yang masuk ke kantong daerah saja. Tapi keuntungan pemerintah itu ketika lapangan kerja terbuka lalu rakyatnya bekerja dan mendapat upah, angka kemiskinan tertekan. Itu suatu keberhasilan dan itulah keuntungan pemerintah. Karena tujuan dari pembangunan ini adalah membuat masyarakat sejahtera. Bukan hanya bicara masalah berapa banyak duit yang masuk ke kas daerah” ungkap Takem.
Takem Radja Pono mengatakan, upah buruh yang ada setiap tahun sudah dialokasikan dalam DIPA. Uang yang dihasilkan dari penjualan garam tidak serta-merta langsung dibayar kepada pekerja, tapi uang itu akan masuk ke kas daerah. “Jadi sebenarnya tidak ada yang dimakan begitu saja. Dibayar upah pegawainya dari uang yang sdh dialokasi dan disetujui bersama dewan lalu nanti uang itu diganti dgn uang hasil penjualan garam yang merupakan keringat pegawai tambak, bisa dihitung apa benar bahwa terjadi kerugian jika dijual dengan harga seperti itu, atau justru telah pulang pokok atau break event point (BEP). Tetapi kalau pemerintah sedikit cerdas saja dan mau berinovasi, dan ini sudah dimulai, garam diolah jangan dijual curah sehingga tidak terjadi permainan harga di pasar” ujar Takem.
Takem Radja Pono merincikan, jika ada 121 hektar lahan tambak garam alalu mampu menghasilkan, 45 ton per hektar lalu dikalikan lama panen 8 bulan dalam setahun, maka jumlah garam yang dipanen sebanyak 43.560 ton atau 43.560.000 kg. Kita bisa bayangkan jika diolah menjadi garam iyodium berapa duit yang masuk ke kas daerah, TRP-HEGI akan lakukan ini, dengan cara ini
Kita rencana semua upah atau gaji para pekerja di tambak atau pabrik maupun para tenaga kontrak yang bekerja didunia pendidikan (guru-guru dan pegawai) tenaga kontarak yang ada di dunia kesehatan (bidan, perawat para para pegawai), para Pol PP termasuk kita urus tabungan pensiunnya, bahkan kita juga akan urus tabungan pensiun kades, kaur dan aparat desa yang lain, sampai pada BPD dan anggotanya. Kita mau memberi upah Rp 2 Juta per bulan bagi mereka, jika nanti kedepan pendapatan asli daerah kita meningkat maka kita tingkatkan lagi upah mereka. Dalam hitungan kami masih sisa uang yang sangat banyak dari sisa pembayaran gaji mereka, dan ini masih bisa dipakai lagi buat pengembangan tambak garam, buat jalan atau membantu untuk membangun rumah yang tidak layak huni, bangun embung dan bendungan. Di Sabu Raijua masih banyak rumah yang tidak layak huni. Itu baru pendapatan dari garam,” ungkap Takem.
Takem Radja Pono mengatakan, mungkin saja ada orang yang bertanya, bagaimana mengolah garam dalam jumlah yang cukup banyak banyak. Jawabnya kata Takem, kalau garam yang 43 ribu Ton lebih ini diolah pada hal saat ini pabrik hanya mampu mengolah 2 atau 3 ton saja sehari itu pun mesinya sudah batuk-batuk kerja satu hari libur satu minggu padahal pasar banyak yang minta. Kedepan kita harus menggunakan tehnologi yang berbeda, sebab menggunakan mesin yang ada sudah tidak mungkin untuk mengolah garam dalam jumlah banyak.
“Kita sudah temukan tehnologinya, kita tidak akan menggunakan mesin broiler atau uap panas, kita bakar dengan uap panas. 1 jam bisa menghasilkan garam yang sudah kering itu mencapai 15 ton atau lebih tergantung kebutuhan, kita akan kerjakan 10 jam/hari dengan dua shift ada yang kerja pagi dan ada yang sore sampai malam. Kerja sehari lima jam pagi dan lima jam sore. Sehingga satu hari bisa menghasilkan 150 ton. Peluang yang ada sekarang ini hanya 2 ton dengan 20 pekerja. Kalau nanti 150 ton kita perluas pabriknya dan tambah tenaga kerjanya dari 20 orang menjadi 300 orang. Lapangan kerja terbuka lagi, orang bekerja lagi. Persyaratan ijazah tidak butuh utk pekerjaan ini, karena pekerjaan tidak berat,” tutur Takem.
Selain garam kata Takem Radja Pono, ada industri lain berkaitan dgn garam yang dibangun yakni industri Nigarin. Nigarin atau Sari Air Laut (SAL). Nigarin sedang dikembangkan di Madura beberapa tahun terkahir ini. Nigarin, jelas TRP adalah ekstrak air laut yang mengandung mineral mikro yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Di Jepang, nigarin bahkan dikenal sebagai minuman pelangsing no 1. Dan laris manis dipasar.
Harganya cukup tinggi. Sekarang produk Nigarin ini banyak orang yang menjual secara online atau lewat internet. Sebenarnya Nigarin ini sudah digunakan oleh masyarakat Jepang maupun Cina dan Korea sejak ribuan tahun silam. Namun di Indonesia, Nigari ini baru diketahui dan dikembangkan. Nah Sabu Raijua sebagai wilayah dengan panas yang cukup baik untuk produksi garam maupun Nigarin tidak boleh diam. Sekali lagi kedepan saya akan lakukan itu jika rakyat Sabu Raijua memberikan kepercayaan kepada kami untuk mengurus daerah ini,” kata Takem .
“Dari sisi ekonomi, Nigarin ini cukup mahal, sehingga selain kita mengelola garam, kita juga kelola nigarin ini. Di Jawa 1 Liter bisa mencapai Rp 40.000, disini kita jual Rp 25.000 saja,bahkan Rp 10.000 juga masih untung. Kira-kira begitu, ini satu hal lagi yang akan kita lakukan dengan garam. 1 hektar bisa hasilkan 200 liter, panen bisa tiga kali sebulan, sehingga dapat 600 liter sebulan. Kalau kita hargai Rp 30.000 saja, sudah berapa yang bisa kita hasilkan dari itu. Cukup menjanjikan sehingga saya yakin ketika kita mulai mengolah Nigarin di sabu raijua maka ada dua sumber uang yang kita punya yaitu uang jual garam dan uang jual nigarin. “papar TRP .
Yang berikut kata Takem Radja Pono adalah pabrik air kemasan. Sayangnya, sekarang pabrik air kemasan sudah mangkrak dan tidak beroperasi. Padahal Oktober 2016, Ibrahim Medah sudah datang meresmikan pabrik itu. ” Saya dengar dan saya hampir mau datang, tapi karena saya ada kesibukan ada tugas ke Jakarta, akhirnya saya tidak datang waktu itu. Sudah ada produknya, MDT sudah bawa keliling satu NTT waktu sosialisasi jadi gubernur NTT, sudah dipromosi dan pasar sudah terbuka. Sayangnya air kemasan ini dihentikan begitu saja, orang China yang bekerja di pabrik ini yang mengerti mengoperasikan pabrik ini dihentikan. Entah ada masalah atau dosa apa saya tidak tahu, tetapi ini dihentikan, pada akhirnya pabrik tidak beroperasi,” ada yang membangun alasan tidak beropersa karena blum ada izin itu tidak benar, saya mengikuti benar perkembangannya justri SNI sdh diproses di surabaya dan dan tahun 2017 sudah ada, berkaitan dgn izin BPOM waktu itu petugas sudah datang dua kali dan sudah beri lampu hijau utk produk konsumsi dalam daerah sambil menunggu izin keluar itu penjelasan MDT saat saya kunjungi dia dilapas Porong” kata Takem
Tidak beroperasi nya pabrik ini kata Takem Radja Pono mungkin biasa saja bagi orang lain, tapi tidak bagi dirinya. Kenapa? karena saat pabrik ini dibangun hingga beroperasi, ada sejumlah dana yang sudah dikucurkan oleh pemerintah ke situ untuk membeli biang botol dan biang galon, karbon penyaring dan membrane RO, karena botol dan galon dicetak sendiri di Sabu, hanya gelas dari Jawa.
“Biang botol, biang galon dan kardus, karbon, membrane RO nilainya kira-kira Rp 7-8 Miliar. Karena dihentikan ini, semua barang menjadi kadaluarsa, ketika sudah kadaluwarsa tidak bisa dipakai lagi. Barang ini di bakar sama dengan uang daerah Rp 7-8 Miliar dibakar, karena sebuah kebijakan yang sangat berbahaya. Mestinya DPRD bisa lapor dan ini mesti diperiksa. Karena ini sebuah kebijakan yang merugikan daerah. Ini dalam bahasa hukumnya abuse of power atau penyalahgunaan kewenangan. Tidak hanya itu, kerugian lain adalah lapangan kerja tertutup. Semua orang bekerja, kemudian tidak bisa kerja lagi, karena ditutup,” kata Takem.
Takem Radja Pono mengatakan, dengan mangkraknya Pabrik air kemasan maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan sendirinya tidak lagi masuk. Jika kebutuhan akan air kemasan bisa dicukupi oleh pabrik yang ada maka tidak ada lagi capital flight atau uang yang keluar dari Sabu Raijua, khusus untuk kebutuhan air minum dalam kemasan. “Mulai empat tahun atau lima tahun lalu, ketika MDT tidak ada lagi, ada sejumlah besar duit yang tidak masuk ke kas daerah kita, yang mestinya jika pabrik beroperasi PAD semakin besar maka semu jalan-jalan sudah dikerjakan selesai, rumah masyarakat sudah kita bangun, sudah selesaikan semuanya, rencana jalan lingkar sabu tidak selesai,” urai Takem
Jika Tuhan berkenan Paket TRP – Hegi memimpin Sabu Raijua kata Takem Radja Pono maka dia mengingikan agar masyarakat bisa mengkomsumsi air dari Pabrik AMDK Oasa karena sudah setara Aqua. “Karena ini berkaitan dengan kesehatan masyarakat kita, kita ingin air kemasan ini harus menjadi komsusi setiap rumah tangga yang ada di Sabu Raijua. Karena galon-galon bisa diproduksi per jam 1000 galon, kita ingin semua rumah yang ada di Sabu Raijua atau sekitar 25 ribu rumah harus kita bagi dengan air ini. Antar ke desa atau kelurahan masyarakat datang ambil dari kantor desa Bumdes yang akan mengelolanya di desa, kita kenakan harga pergalon Rp 5.000 saja. Keluaraga tidak mampu, janda, duda, balu dan yatim piatu yang tidak mampu kita gratiskan nanti pemerintah subsidi untuk mereka, harus ada kepastian bahwa setiap orang Sabu Raijua mengkonsumsi air bersih dan sehat karena itu berhubungan langsung dengan kesehatan masyarakat, itu tugas kami ,” papar Takem
Untuk Pabrik rumput laut kata Takem Radja Pono, Pihaknya akan mengurus mulai dari bantuan untuk para petani rumput laut hingga pengaturan harga rumput laut ditingkat petani. “Tidak bisa lagi tengkulak dan pedagang bermain harga, karena kita kontrol disini. Karena harga 15.000 akan tetap walaupun harga sedang jatuh, kalau harga naik kita naikan juga. Kita olah rumput laut kita. Kalau kita jual Rp 5.000-Rp 10.000 petani akan rugi, kalau diolah menjadi bahan setengah jadi atau ATC (cips)
harganya bisa mencapai Rp 90.000-Rp 100.000 untuk pasar di Jakarta atau Surabaya. Kita stabilkan harga ditingkat petani, keuntungan dari rumput laut tidak main-main sudah saya hitung, satu tahun bisa mencapai Rp 15-20 Miliar ini keuntungan bersih, jika keuntungannya seperti ini, sekarang sudah empat sampai lima tahun, kita telah kehilangan uang yang sangat banyak tidak sesikit, hanya karena sebuah kebijakan. Kita segera operasionalkan lagi agar Lapangan kerja terbuka, teman-teman bisa bekerja lagi, harga rumput laut ditingkat petani bisa stabil,” kata Takem.
Hal lain menyangkut indsutri yang akan bangun beriringan dgn pabrik rumput laut adalah pabrik pupuk organik cair (POC). “ Resepnya sudah ada pada kita, tinggal kita praktekan saja, bahan dasarnya rumput laut. Pupuk yang akan kita buat sama dengan pupuk Digrow yang lagi digunakan petani kita kebanyakan tidak hanya di Sabu Raijua tetapi diseantero NTT, harganya Rp 100-Rp150 ribu per liter, kita buat seperti itu. Pupuk berkualitas dan harga murah meriah, kita tingkatkan produksi pertanian kita agar tahun 2022 kita mencapai swasembada pangan,” kata Takem.
Takem radja Pono juga menambahkan bahwa dirinya akan melanjutkan mimpi MDT dalam membangun pabrik karung plastik. Dalam diakusi dgm MDT bebetapa tahun lalu pembangunan pabrik karung di Sabu Raijua sangat dibutuhkan, karena untuk kebutuhan dalam daerah yang sdh sangat mendesak, kebutuhan garam misalnya satu ton membutuhkan 20 karung plastik. Jika ada 43 ribu lebih ton garam per tahun maka akan membutuhkan 800 ribu lebih karung. Untuk kebutuhan karung di Sabu raijua saja bisa mengeluarkan uang sampai Rp 3 Miliar dan itu peluang terjadi capital flight.
“Berkaitan dengan itu, maka wajib kita bangun, lapangan kerja terbuka lagi, uang beredar di daerah kita sendiri. Bagaimana caranya tentu ada yang bertanya, caranya dibuat dari biji plastik, biji plastik dari mana, itu dari gelas air minum dalam kemasan Oasa misalnya. Nanti kita buat bank sampah, masyarakat bisa kumpulkan gelas plastik tersebut lalu dibawa ke bank sampah untuk ditukar dengan beras, minyak goreng dan sebagainya. Bahkan bisa dengan uang, caranya dengan timbang kilo. Nanti kita daur ulang menjadi biji plastik lalu kita proses di pabrik. Tetapi bukan hanya itu saja masih ada bahan lain yang akan digunakan, dengan ini kebutuhan karung untuk garam terpenuhi lagi, kebutuhan rumput laut, kebutuhan peetanian di kebun-kebun terpenuhi, karena sekarang orang sudah beralih dari bakul (hope) ke karung plastik, sehingga kita harus antisipasi. Itu baru di dalam daerah, belum lagi kita berbicara kebutuhan luar daerah. Saya sudah bertemu dengan jagonya, dan nanti jagonya akan bekerja.
Hal terakhir yang berkaitan dengan industri kata Takem Radja Pono adalah membuat membangun Bank sampah. Dengan adanya bank sampah maka akan dibuat berbagai produk dari bahan dasar sampah. “Kita gerakan masyarakat kita untuk kumpul bahan bekas baik dati plastik, besi dan lainnya tidak dibakar lagi, kita jaga keseimbangan lingkungan hidup kita. Semua bahan bekas ini kita daur ulang atau olah menjadi barang siap pake, misalnya buat baskom plastik, bak sampah, macam-macamember, hanger, pot bunga dll. Demikian juga dengan besi diolah menjadi macam-macamalat pertanian : pacul, linggis, pisau, parang, skop, pagar hias dll, kita buat besar-besaran, sehingga barang-barangbitu tidak lagi dibeli dari luar, TRP-HEGi akan jadikan Liae khususnya Mehona menjadikan sentral industri pandai besi”, tutup Takem. (joey rihi ga)