PPDB: Adilkah sistim Zonasi ?

  • Whatsapp

Oleh: Lay A. Yeverson

Sistem zonasi dalam penerimaan murid baru di tingkat SMP dan SMA/SMK telah berjalan kurang lebih dua tahun, namun masih terdapat kekurangan dalam implementasinya dan bahkan terjadi polemik di kalangan masyarakat ( orang tua murid ) maupun pemerhati/pengamat. Banyaknya protes dari orang tua murid mustinya jadi bahan pertimbangan serius Kemendikbud.

Sistem zonasi adalah metoda yang mengabaikan proses persaingan terbuka dan merampas kebebasan anak untuk memilih sekolah sesuai cita-citanya. Ini tidak memberi nilai edukasi yang mendidik dan bermutu.

Yang terjadi, hanya gara-gara rumahnya dekat dengan sekolah negeri favorit, dengan nilai UN/USBN/ Raport super jelek, bisa diterima. Sedang calon murid yang nilai UN/USBN/Raportnya super tinggi, karena rumahnya jauh dari sekolah favorit (akreditasi A), tidak bisa diterima.

Untuk mencapai keadilan mestinya di tinjau kembali kuota jalur zonasi, kuota jalur prestasi dengan memberi besaran kuota 70 persen untuk zonasi, 26 persen jalur prestasi dan, 4 persen untuk jalur pindahan. Tawaran kuota untuk sistem zonasi yang penulis sampaikan sebagai upaya untuk memberi ruang kompetisi bagi siswa untuk berprestasi, serta membangun tanggungjawab moril guru dalam meningkatkan dan menjaga mutu dari sebuah proses. Kalau saja kuota yang sekarang masih diberlakukan maka masyarakat awam dapat menilai ini sebagai kebijakan yang super konyol.

Kemendikbud dapat pertimbangkan agar tidak ngotot menerapkan sistem zonasi dengan kouta 90 persen. Lambat atau cepat, dengan diberlakukannya sistem zonasi dengan perbandingan koutanya demikian, kualitas proses di sebuah sekolah dapat menurun.

Jika saja semua sepakat bahwa, nilai UN /nilai ujian sekolah berbasis nasional ( USBN), dan atau nilai Raport adalah gambaran prestasi anak. Maka, perlu ada seleksi calon murid berdasar nilai UN/USBN/Rapot. Dengan demikian bisa saja menjamin pelaksanaan PPDB berlangsung agar tidak kisruh, mestinya pelaksana di tingkat sekolah diberi kewenangan secara serentak menerima peserta didik dari awal masuk semester genap berdasarkan nilai rata2 raport.

Pihak panitia PPDB SMA/SMK atau SMP yg masuk dalam kelompok online dapat melakukan ppdb pada awal semester genap (Januari) pihak panitia PPDB sekolah dapat mendatangi sekolah2 yg ada dlm Zonasi untuk lakukan pendaftaran berdasarkan zonasi terhadap siswa yg alamatnya berada dlm sonasi tsb dengan memilih salah satu sekolah tujuan, jika dalam zonasi tersebut terdapat siswa yang berprestasi seyogyanya diprioritaskan melalui jalur prestasi dan juga di buka seluas-luasnya ke luar sonasi. Dan setelah mereka mendaftar, nomor pendaftaran manual tersebut diberikan kepada siswa/org tua untuk bisa di lampirkan pada berkas verifikasi pendaftaran online nanti. Nah kewajiban sekolah SMP/SMK dan SMP membuat dokumen peserta didik tsb untuk dimasukan dlm dokumen ppdb yang akan datang. Kebijakan bisa di ambil sedini mungkin, dengan batasan bahwa siswa yg menjadi prioritas diterima pada sekolah tsb adalah mereka yang telah memiliki nomor pendaftaran pada bulan Januari.

Jadi sekolah yang ada dalam zonasi wajib mendatangi sekolah yg ada dlm satu sonasi dengan melihat prestasi dan alamat siswa yang bersangkutan.
Sedangkan bagi peserta didik yang tidak dapat ditampung pada sekolah negeri, bisa masuk di sekolah suasta yang favorit, dengan intervensi melalui kebijakan pemerintah untuk menyalurkan mereka ke sekolah swasta sesuai pilihannya dengan membebaskan biaya administrasi, dan memberi bantuan biaya peningkatan mutu sekolah (BPMS) untuk sekolah suasta yang menerima calon peserta didik dari keluarga yang kurang mampu, sehingga pihak suasta tidak lagi memungut biaya pendidikan pada siswa yg dititipkan PEMDA untuk belajar di sekolah suasta baik sekolah favorit /tidak favorit. BPMS yang dimaksud bisa dilakukan PEMDA melalui APBD sebesar 20% sesuai amanat undang-undang dasar 1945 dan UU Sisdiknas. Oleh karena PEMDA telah memberi bantuan kepada sekolah suasta dalam bentuk biaya BPMS maka pungutan tdk perlu dilakukan kecuali khusus sumbangan sekarela untuk yayasan.

Menurut penulis masalahnya teramat sederhana, mengapa harus dibikin ruwet dengan mengorbankan anak didik. Akhir dari tulisan ini memohon agar juknis sistem zonasi ini dpt di tinjau kembali.(*)

Komentar Anda?

Related posts