Penelitian Ekstraksi Minyak Tulang Ikan Tuna dari Limbah Industri Pengolahan Fillet

  • Whatsapp

 Kupang, seputar-ntt.com – Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki potensi sumber daya alam kelautan dan perikanan yang cukup tinggi. Jenis ikan yang tertinggi diproduksi adalah ikan pelagis kecil, cakalang, tongkol dan tuna. Ikan tuna merupakan ikan besar pelagis yang umumnya diproses menjadi fillet komoditas eksport. Dari proses ini dihasilkan produk samping berupa kepala, tulang dan jeroan ikan, apabila tidak ditangani secara baik maka dapat menjadi pencemar lingkungan.

Berkaitan dengan isu lingkungan, mengharuskan perusahaan mengolah secara optimal sehingga meminimalisir limbah produksi. Oleh karena itu, dalam rangka memanfaatkan limbah maka pada Tahun Anggaran 2016 Badan penelitian dan pengembangan daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur telah melakukan penelitian mengenai pembuatan gelatin dengan bahan baku tulang ikan tuna menggunakan larutan perendam cuka lontar.

Terdapat empat tahap pembuatan gelatin antara lain tahap persiapan bahan baku, tahap hidrolisis (perendaman), tahap ekstraksi dan tahap pengeringan. Dengan mengunakan cuka lontar, dihasilkan produk samping yang berpotensi menjadi produk ekonomis, antara lain: kaldu ikan, minyak ikan, larutan sisa perendam dan sisa tulang ikan. Kaldu ikan dihasilkan pada tahap persiapan bahan baku, minyak ikan dihasilkan pada tahap persiapan bahan baku dan tahap perendaman, larutan sisa perendam dihasilkan pada tahap akhir perendaman dan sisa tulang dihasilkan pada tahap akhir ekstraksi gelatin.

Keberadaan minyak mempengaruhi proses hidrolisis kolagen menjadi gelatin, semakin banyak kandungan minyak maka semakin sulit larutan asam masuk ke dalam rongga tulang. Hal ini memperlambat proses hidrolisis, oleh sebab itu minyak harus di keluarkan pada tahap awal, yaitu persiapan bahan baku. Namun tidak demikian dengan produk samping lainnya, keberadaannya tidak berpengaruh terhadap proses pembuatan gelatin.

Minyak ikan dianjurkan untuk diet kesehatan karena mengandung asam lemak omega-3, EPA (eikosapentaenoat), DHA (dokosaheksaenoat) yang dapat mengurangi peradangan pada tubuh. Tidak semua ikan menghasilkan asam lemak omega-3 akan tetapi hanya ikan yang mengkonsumsi mikroalga saja yang dapat menghasilkan asam lemak tersebut misalkan saja ikan herring dan ikan sarden atau ikan-ikan predator yang memangsa ikan yang mengandung asam lemak omega-3 seperti ikan air tawar, ikan air danau, ikan laut yang gepeng, ikan tuna dan ikan salmon dimungkinkan mengandung asam lemak omega-3 asam lemak jenuh rendah sedangkan asam lemak tak jenuhnya tinggi terutama asam lemak tak jenuh rantai panjang yang mengandung 20 atau 22 atom C atau lebih. Beberapa asam ini termasuk EPA dan DHA (De Man,1997).

Penelitian mengenai minyak ikan tuna telah dilakukan oleh beberapa peneliti, namun masih terbatas pada bagian kepala, hati, daging dan jeroan ikan. Belum banyak penelitian mengenai ekstraksi tulang ikan tuna dengan metode wet rendering dan bahkan belum ada yang menggunakan ekstraksi dengan proses perendaman meggunakan cuka lontar. Minyak ikan dapat diperoleh dengan berbagai metode ekstraksi diantaranya dengan menggunakan pelarut (Aryee dan Simpson 2009), supercritical fluid extraction (Sahena et al. 2010), supercritical carbon dioxide (Wei et al. 2010), ekstraksi dengan pengaturan pH asam (Okada dan Morrisey 2007) proses silase dan wet rendering (Crexi et al. 2010). Metode ekstraksi pelarut klasik seperti metode Folch dan Bligh and Dyer telah digunakan secara luas dalam ekstraksi lipid dengan pelarut polar dan non polar.

Penggunaan pelarut kloroform yang bersifat karsinogenik pada metode ekstraksi tersebut dinilai membahayakan lingkungan dan kesehatan. Tumbuhnya kepedulian yang besar terhadap lingkungan mendorong dilakukannya ekstraksi minyak ikan menggunakan bahan atau pelarut yang aman. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan akuades sebagai carrier yang relatif aman dalam metode ekstraksi wet rendering dan perendaman menggunakan cuka lontar.

Dalam rangka pengembangan prosedur pembuatan gelatin, maka tahun anggaran 2017 Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur melakukan ekstraksi minyak ikan yang berasal dari limbah tulang ikan tuna menggunakan metode wet rendering dengan perlakuan berupa suhu (40oC, 50oC dan 60oC) dan waktu (15, 30 dan 45 menit) dan metode perendaman menggunakan cuka lontar, masing- masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah kelitbangan dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimana sifat fisikokimia minyak tulang ikan tuna hasil ekstraksi wet rendering dan perendaman cuka lontar dan (2) Bagaimana profil asam lemak dari minyak tulang ikan tuna.

Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan 01 Juni sampai dengan 31 September 2017 oleh Peneliti Badan Pengembangan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilaksanakan di Laboratorium Riset Terpadu Undana Kupang melalui UPT Laboratorium Obat-obatan dan Pengobatan Holistic Universitas Nusa Cendana.

Adapun hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Terdapat perbedaan nyata sifat fisikokimia minyak tulang ikan tuna dengan perlakuan suhu dan lama waktu ekstraksi. Nilai rendemen tertinggi dihasilkan pada perlakuan suhu 60oC selama 45 menit yaitu sebesar 38.8%. Bilangan asam terbaik dihasilkan pada perlakuan suhu 40oC selama 15 menit yaitu 4.323 mgKOH/gr. Bilangan iod terbaik dihasilkan pada perlakuan 40oC selama 15 menit sebesar 78.253 g Iod/ 100 g. Bilangan penyabunan terbaik dihasilkan pada perlakuan 40oC selama 15 menit sebesar 154.725 mgKOH/g.

Densitas minyak tulang ikan tuna berkisar antara 0.914 s/d 0.953. Uji organoleptik minyak tulang ikan tuna berbau amis dan berwana kuning. Setelah dilakukan uji-t, antara metode wet rendering dan perendaman menggunakan cuka lontar, didapatkan hasil perbedaan nyata antara dua metode tersebut dan minyak tulang ikan hasil perendaman cuka lontar lebih baik dibandingkan hasil wet rendering. (2) Minyak tulang ikan tuna memiliki 27 jenis asam lemak dengan kadar asam palmitat sebesar 14.09% (SFA), asam oleat 9.46% (MUFA) dan DHA sebesar 20.50% (PUFA) dan minyak tulang ikan tuna perendaman cuka lontar mengandung asam palmitat sebesar 14.41% (SFA), asam oleat 10.01% (MUFA) dan DHA sebesar 23.81% (PUFA).

Sehingga saran dan rekomendasi dari tim peneliti adalah sebagai berikut : (1) Diperlukan penelitian lanjutan terkait pemurnian minyak tulang ikan, guna memperbaiki kualitas. Pemurnian bertujuan untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dan menstabilkan karakterisitik minyak yang dapat dilakukan dengan metode fisika ataupun kimia. (2) Diperlukan penelitian lanjutan terkait enrichment, guna meningkatkan Ω – 6. (3) Alur produksi ini merupakan solusi guna menangani limbah tulang ikan, yang mana alur ini dapat menghasilkan dua produk ekonomis yaitu gelatin untuk industri makanan dan minyak ikan tuna sebagai suplement. (4) Pemerintah diharapkan memberikan dukungan terkait pemanfaatan limbah tulang ikan melalui sosialisasi penanganan limbah sisa proses produksi perikanan dan kelautan di Provinsi NTT, khususnya kepada para nelayan atau perusahaan pengolahan ikan dan (5) Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki potensi perikanan diharapkan melakukan pengkajian produksi gelatin skala industri rumah tangga. *Suci Istiqlaal dan Zulkifli Djamaluddin Umar Peneliti pada Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi NTT dan Dodi Dharma Kusuma Dosen Fakultas Kimia Universitas Nusa Cendana (advertorial/balitbangda NTT)

Komentar Anda?

Related posts