Pemuda NTT Bangun Tugu HAM Pertama Di Dunia

  • Whatsapp

Kupang, Seputar-ntt.com – Keperkasaan dan keberanian pemuda Nusa Tenggara Timur (NTT) melawan penjajahan tentara sekutu sudah tidak diragukan lagi. Perjuangan A. Abineno merebut kapal Jepang Sugi Maru dan dijadikan Kapal Perang RI pertama dengan nama Merdeka – 1. Ada pula pemuda NTT memimpin kelompok yang menampung aspirasi pejuang asal NTT.

Seusai pertempuran Surabaya 1945, pemuda NTT yang dipimpin Max Rihi pulang Kampung dan melakukan perundingan dengan dewan raja – raja Timor. Disepakati untuk membangun Tugu HAM di Kupang, tepatnya di pertigaan jalan menuju benteng tentara sekutu Concordia.

Kisah sejumlah tokoh pejuang NTT itu disampaikan sejarawan Peter Apollonius Rohi pada acara perenungan hari Hak Azasi Manusia (HAM) yang jatuh tanggal 10 Desember di tugu HAM Kupang, Minggu (10/12/2017). Hadir dalam perenungan itu, Ketua MUI NTT Abdul Kadir Makarim, anggota DPRD NTT Winston Rondo dan Alex Ofong, dan Lurah LLBK Mambo Rihi. Hadir pula direktris PIAR NTT, Sarah Leri Mboeik, direktur IGRSC Dominggus Elcid Li, aktivis perempuan Lanny Koroh serta aktivis kemanusiaan lainnya.

Peter menjelaskan bahwa tugu HAM tersebut memiliki nilai sejarah perjuangan pemuda dalam memperhatikan hak – hak rakyat NTT dari sekutu. Bebas dari rasa takut, bebas dari kekurangan, bebas beribadat dan bebas berbicara yang dituangkan dalam Four Freedoms. Tugu pertama didirikan sebelum deklarasi HAM PBB 10 Desember 1948. Peter berharap setiap hari peringatan HAM tanggal 10 Desember, pemerintah melakukan upacara di area Tugu.

“Saya ingat setiap kali Bung Karno datang ke Kupang, beliau selalu meletakkan karangan bunga. Tiap tahun anak-anak sekolah berbaris ke Tugu itu dan para pemimpin meletakkan karangan bunga di situ. Juga Wakil Presiden Bung Hatta dan beberapa Pejabat Negara dari Pusat. Jenderal AH. Nasution yang berkunjung ke Kupang tahun 1961 juga meletakkan karangan bunga di situ,”kata wartawan senior ini.

Ketua Majelis Ulama Indonesia NTT, Abdul Kadir Makarim dalam sambutannya mengatakan sejak tahun 1963 dirinya ke Kupang, hanya dikenal sebagai tugu Pancasila. Belakangan diketahui memiliki nilai sejarah perjalanan HAM di Indonesia bahkan dunia. Dia mengapresiasi kepada sejarawan Peter Rohi yang telah 5 tahun berturut membangun tradisi untuk memperingati hari HAM di Tugu tersebut.

“Saya sudah melihat tugu ini. Saya tau disini ada Pancasila, tugu Pancasila, Tugu Selam. Belakangan baru tau bahwa ini Tugu HAM, mengesankan saya, satu – satunya tugu HAM di Kupang. Saya bangga sekali masih ada orang yang menguraikan sejarah ini,”kata tokoh Muslim NTT ini.

Sejarah bangsa kata dia, harus dijaga dan dirawat. Pemerintah daerah baik kota maupun propinsi perlu memperluas area ini tanpa menghilangkan nilai historis dari Tugu. Untuk itu, dalam memperingati hari HAM, pemerintah perlu memperingati di lokasi Tugu.

Lanjutnya, pemerintah perlu melakukan sosialisasi dan gerakan masal agar generasi milenial dapat mengetaui nilai – nilai sejarah dari Tugu HAM. “Supaya semua orang tau, bayangkan sejarah HAM ada di NTT. Orang Kupang tidak tau. Marilah kita sama – sama menjaga tugu ini. Supaya jangan cuman pemerintah tetapi juga masyarakat supaya tidak tetap abadi di sini dan perlu perbaikan – perbaikan,”ujarnya.

Adapun isi perenungan sejarawan Peter Apollonius Rohi yang diberi judul Kebanggaan Sekaligus Beban Bagi Masyarakat dan Pemda Kupang.

November 1945. Pertempuran Surabaya menghebat. Rakyat Surabaya melawan tentara Sekutu. Orang NTT tak bisa mengelak dari pertempuran, karena itu mereka harus bergabung dalam kesatuan – kesatuan laskar yang spontanitas terbentuk. Pulang kampung tak ada kapal, menyingkir ke pedalaman bisa dianggap mata – mata, apalagi bagi orang Indonesia Timur yang tak bisa berbahasa Jawa. Maka mereka harus bertempur mati atau hidup.

Amos Pa dan anak buahnya bertahan di Ngagel. Sofia Elisabeth Sijun dan Francisca Fanggidae memimpin Laskar Putri Surabaya Utara. Aleksander Abineno merebut kapal Jepang Sugi Maru dan dijadikan Kapal Perang RI yang pertama dengan nama Merdeka – 1. Leibahas dan Toepoe bergerak di Pantai Utara Surabaya, Andre Therik memimpin pasukan Penataran Angkatan Laut.

Sebagian lagi bergabung dengan pemuda kampung di sektor masing – masing. Banyak yang tewas, dimakamkan begitu saja sebagai pahlawan tidak dikenal.

Kabar tentang mendaratnya tentara Sekutu di Kupang, membuat beberapa pemuda memutuskan mencari jalan kembali ke Kupang untuk mempertahankan kampung halamannya. Max Rihi memimpin mereka.

Benar juga, di Kupang tentara Australia sebagai bagian dari tentara Sekutu sudah menduduki Kupang. Mereka membawa serta orang Indonesia eks tahanan Boven Digul yang pada awal Perang Pasific diungsikan ke Australia.

Max Rihi dan teman – temannya menggelorakan para pemuda Kupang. Suasana makin memanas karena pemuda akan merampas persenjataan Jepang untuk mengusir Sekutu. Maka pemerintahan kota antara lain IH Doko berinisiatif menjemput ketua Dewan Raja – raja Timor Hendrik Koroh di Baun untuk berunding dengan para pemuda.

Disepakatilah jalan tengah. Jalan menuju Benteng didirikan Tugu Four Fredooms, empat kemerdekaan sebagai peringatan pada tentara Sekutu agar mereka harus menghargai kebebasan dan kemerdekaan masyarakat Kota Kupang dan NTT. Letak Tugu harus di jalan masuk Benteng Concordia agar bisa jelas dibaca tentara Sekutu.

Maka itulah kini, di hadapan kita berdirilah sebuah Tugu Hak Asasi Manusia (HAM) atau biasa disebut Tugu Pancasila di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tugu ini merupakan sebuah perjuangan diplomasi dan merupakan satu-satunya tugu HAM di Indonesia, bahkan pertama di dunia. Warga Kota Kupang biasa menyebutnya Tugu Selam karena terletak persis di ujung jembatan Selam, Kupang.

Tugu HAM atau Tugu Pancasila ini lebih dahulu didirikan sebelum The Universal Declaration of Human Rights oleh PBB pada 10 Desember 1948. Artinya masyarakat Kupang telah melakukannya 3 tahun lebih dahulu. Sebagaimana kita ketahui isi dari 30 pasal Declaration of Human Right itu adalah penjabaran dari empat kemerdekaan itu..

Poin – poinnya adalah Freedom From Fear (bebas dari rasa takut), Freedom From Want (bebas dari kekurangan), Freedom of worship (bebas beribadat), Freedom of speech (bebas berbicara). Sedangkan pada bagian Barat sebuah Prasasti berisi pernyataan Sumpah Pemuda tahun 1928, yaitu, 1). Satu Bangsa, 2). Satu Bahasa, 3). Satu Bendera, 4). Satu Tanah Air, 5). Satu Lagu Kebangsaan.

Setelah penyerahan kedaulatan, Max Rihi yang pada saat itu menjabat Kepala Pekerjaan Umum Daerah meliputi, Pulau Timor, Alor, Rote, Sabu dan Kisar melakukan renovasi terhadap tugu HAM dengan menambahkan lima lingkaran yang beriisi lima butir Pancasila pada tugu tersebut.

Lima lingkaran itu bertuliskan lima Sila Pancasila dalam bentuk ejaan lama yaitu, Ke-Tuhanan Jang Maha Esa, Peri-Kamanusiaan, Kebangsaan, Kerakjatan dan Keadilan Sosial.

Saya ingat setiap kali Bung Karno datang ke Kupang, beliau selalu meletakkan karangan bunga. Tiap tahun anak-anak sekolah berbaris ke Tugu itu dan para pemimpin meletakkan karangan bunga di situ. Juga Wakil Presiden Bung Hatta dan beberapa Pejabat Negara dari Pusat. Jenderal AH. Nasution yang berkunjung ke Kupang tahun 1961 juga meletakkan karangan bunga di situ.

Pada tahun 1965 tulisan Four Fredooms itu ditutup dengan cat hitam, dan baru dibuka kembali tahun 1985 oleh AS Therik. Maka masyarakat sekarang bisa menghayati kembali makna Tugu ini. Selain bersejarah bagi masyarakat Kupang, sekaligus merupakan beban. Dengan begitu masyarakat dan Pemda dituntut memiliki kepedulian pada prinsip – prinsip HAM sebagaimana tercantum dalam empat kemerdekan di Tugu ini. (Pelipus Libu Heo)

Komentar Anda?

Related posts