Majelis Hakim Pengadilan Negeri Atambua Dilaporkan ke KY RI

  • Whatsapp

Kupang, seputar.ntt.com-Diduga Langgar Kode Etik dan Pedoman perilaku Hakim oleh Majelis Hakim dalam Perkara Perdata No. 05/PDT.G/2016/PN.Atb, Fransiska Nanga (Korban), ajukan Laporan ke Komisi Yudisial RI.

Bertempat dikediamannya di perumahan Oebufu, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Selasa (3/5/2016), Fransiska Nanga Korban putusan Perdata Pengadilan Negeri Atambua dengan nomor registrasi : 05/PDT.G/2016/PN.Atb mengatakan keputusan yang tidak berkeadilan tersebut dirasakan sebagai pukulan berat, oleh karenanya demi keadilan dan keterbukaan informasi yang relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik maka dirinya telah melayangkan surat protes ke Komisi Yudisial Republik Indonesia yang beralamat di Jl. Kramat Raya No. 57, Jakarta Pusat. Telp. (021)3905876; Fax. (021)3906215; PO BOX 2685; Email : kyri[at]komisiyudisial.go.id.

Menurut Fransiska, sebagai manusia lemah dirinya justru terperangah dengan materi putusan yang jelas jelas mengesampingkan bukti materil yang diajukan di fakta persidangan Perkara Pidana.
“Aneh, fakta perkara Pidana, bukti bukti yang diajukan Penggugat, Marianus Antoni jelas terbaca jika uang sebesar Rp 100 juta, Ia (Marianus Antoni) transfer langsung ke Rekening PT. Life Solution. Yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan kwitansi asli dihadapan Bendahara PT. Life Solution atas nama. Yacoba. R.Lobo. Dan itu faktanya,” ujarnya.

Uniknya pada putusan Perkara Perdata yang diputuskan mendahului perkara Pidana, justru materinya terbalik seratus derajat. Saya justru dipaksa dalam putusan tersebut untuk mengembalikan uang Penggugat Marianus Antoni beserta hitungan bunganya yang saya sendiri tidak pernah melihat, meraba apalagi menerimanya. Lainnya lagi, sebesar Rp 10 juta diantar langsung Penggugat Marianus Antoni ke Kantor PT. Life Solution di Kupang. Tapi dalam materi putusan perkara Perdata, lagi lagi saya dituduh telah menerima dan harus mengembalikan.

Singkatnya Majelis Hakim dalam Perkara Perdata No. 05/PDT.G/2016/PN.Atb, mewajibkan saya (Fransiska Nanga) untuk mengembalikan uang Penggugat Marianus Antoni sebesar Rp 110 juta ditamba hitungan bunganya yang jika ditotal sebesar Rp 187 juta (187.000.000)”, beber Fransiska Nanga.

Berdasarkan sejumlah alasan dasar tersebut, juga adanya dugaan penerapan Perma (Peraturan Mahkamah Agung) nomor : 2 Tahun 2015 yang tidak utuh dan tidak berkeadilan maka upaya Hukum Ke Komisi Yudisial RI dan Mahkamah Agung perlu dilakukan. “Saya sadar bahwa semua warga negara Indonesia harus diperlakukan sama dimata Hukum. Dan karena saya rasakan ada yang kurang beres, maka Laporan ke Komisi Yudisial Republik Indonesia dan Mahkamah Agung sudah saya layangkan”, aku Fransiska.

Data yang dihimpun media, Majelis Hakim dalam Perkara Perdata dengan nomor registrasi : 05/PDT.G/2016/PN.Atb, yang diduga melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang disebut sebagai Terlapor antara lain: A. Marthen Bunga,SH,M.HUM, Gustav Bless Kupa, SH, Maria R.S Maranda, SH, Olyviarin R.Taopan, SH,MH. Sementara Pelapornya adalah Fransiska Nanga, warga kelurahan Oebufu, kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. (*fajartimor.com)

Komentar Anda?

Related posts