Dira Tome Tersangka Lagi, KPK Dinilai Lakukan Kriminalisasi

  • Whatsapp

Kupang, seputar-ntt.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Marthen Dira Tome sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana PLS tahun 2007 senilai Rp 77 Miliar. Padahal KPK sendiri belum melaksanakan perintah Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan untuk menyerahkan semua berkas terkait Kasus PLS kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT untuk selanjutnya dihentikan penyidikannya.

“Penetapan status tersangka yang dilakukan KPK kami nilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap klien kami Marthen Dira Tome. Kami heran belum ada pemeriksaan saksi, tapi sudah ada yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini,” kata Johanis Rihi kepada wartawan saat mendatangi Mapolda NTT, Kamis, 10 November 2016.

Dia menjelaskan dalam putusan PN Jakarta Selatan dengan Nomor : 65/PID.PRA/2016?PN.Jkt.Sel dalam amar putusannya memerintahkan kepada termohon (KPK) untuk menghentikan penyidikan terhadap kasus PLS, dan mengembalikan kepada Kejaksaan Tinggi NTT untuk menghentikan penyidikan kasus tersebut. Pada poin lainnya menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka yang sifatnya merugikan pemohon.

“Nah, putusan ini belum dilaksanakan, tiba- tiba sudah ada tersangka. Sebagai warga negara kami memiliki hak untuk mendapatkan penjelasan terkait status yang dikenakan pada klien kami. Itulah kenapa kami datang ke Polda hari ini” ungkap Jhon Rihi.

Dia mengatakan, keputusan Praperadilan terkait kasus PLS sudah permanen sehingga jika kemudian KPK melakukan penyidikan kembali terhadak kasus ini maka telah mengangkangi keputusan pengadilan. “Dalam keputusan tersebut secara tegas menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka tersebut dan yang sifatnya merugikan pemohon,” tegasnya.

Sementara Kuasa hukum lainnya, Ali Anthonius mengatakan ada yang aneh dalam penetapan kliennya sebagai tersangka. Dia merincikan, pada tanggal 18 Mei 2016, dirinya menang praperadilan melawan KPK. Pada tanggal 10 Juni KPK kemudian kembali mengeluarkan surat perintah penyelidikan (Sprinlid) dengan memanggil sejumlah saksi. Saat itu semua saksi menolak untuk diperiksa dan meminta KPK untuk segera mengeksekusi putusan pengadilan.

“Mereka melakukan penyelidikan pada bulan Juni, tapi dalam surat yang kedua disitu dikatakan ada laporan masyarakat pada tanggal 18 Oktober 2016. dan pada tanggal 31 Oktober mereka menetapkan saya sebagai tersangka. Pertanyaan saya, kenapa mereka sudah melakukan penyelidikan baru kemudian ada laporan masyarakat, ini aneh. Hal lainnya, Pada tanggal 18 Oktober ketika ada laporan masyarakat mereka tidak memeriksa satu orangpun tapi langsung menetapkan saya jadi tersangka,” kata Ali.

Untuk diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelan kekalahan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan praperadilan Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome pada Rabu, (18/5/2016).  Hakim tunggal Nursyam dalam amar putusannya mengatakan penetapan Marthen Dira Tome sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) tidak sah.

Karena itu, Nursyam meminta KPK sebagai termohon untuk segera mencabut sprindik penetapan tersangka oleh KPK pada 30 Oktober 2014 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka. “Penetapan tersangka terhadap pemohon tidak sah, karena melanggar UU KPK pasal 8,” kata Nursyam.

Menurut Nursyam, penetapan tersangka terhadap pemohon tidak berdasarkan dua alat bukti yang cukup sesuai amanat undang-undang. Sebab, penetapan tersangka hanya berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan hasil penyelidikan Kejati NTT.

Padahal, menurut dia, pengambilalihan kasus ini dari Kejaksaan Tinggi NTT oleh termohon tidak dilakukan serentak dengan tersangka. Padahal sesuai ketentuan pasal 11 UU KPK menyebutkan pengambilan kasus harus disertai dengan tersangka.

Apalagi, Kejati NTT dalam memproses kasus ini belum menetapkan tersangka karena kurangnya alat bukti. “Kejati NTT tiga kali penyidikan tidak menetapkan tersangka,” kata Nursyam.

Setelah mengambilalih kasus ini sejak 2014, penyelesaian kasus ini juga berlarut- larut, hingga 2 tahun lamanya. Padahal pengambilan kasus itu oleh termohon untuk mempercepat proses peradilan ini. “Pengambilalihan kasus ini, karena berlarut, namun di KPK juga berlarut- larut,” kata Nursyam.

Atas dasar pertimbangan itu, maka hakim memutuskan menerima permohonan pemohon (Marthen Dira Tome), dan memerintahkan termohon untuk mengembalikan berkas ke Kejaksaan Tinggi NTT untuk dihentikan penyidikan kasus ini. “Permohonan pemohon dikabulkan, dan memerintahkan untuk kasus ini dihentikan,” ujar Nursyam.(jrg)

Komentar Anda?

Related posts