Surabaya, seputar-ntt.com – Jarum Jam baru menunjukkan pukul 8:30 WIB, namun antrian pengunjung di Rumah Tahanan (Rutan) dan Lapas Medaeng Sidoarjo, Jawa Timur sudah sesak. Antrian meluber hingga jalan raya. Di Rutan tersebut, Bupati nonaktif Sabu Raijua ditahan bersama tahanan lain dan ribuan narapidana. Untuk bisa masuk ke tahanan yang memiliki pintu berlapis tiga itu harus melewati tiga loket. Semua biodata harus diisi sesuai KTP asli dan wajib sidik jari baik saat masuk maupun keluar. Para pembesuk juga diberi cap sebagai pengunjung pada bagian tangan dan dikalungkan kartu tanda pengunjung.
Saat antri saya ditemani oleh Ny. Irna Dira Tome bersama Ari Leo Huru dan mendapatkan nomer urut 260. Sekali masuk lima pengunjung dan namanya dipanggil lewat pengeras suara. Setelah menunggu satu setngah jam atau tepatnya pukul 10:30 kami akhirnya dipanggil untuk masuk. Ada tiga pintu dengan pengaman yang cukup berlapis harus kami lewati. Pintu pertama harus menyerahkan KTP untuk diganti tanda pengenal pengunjung. Pintu kedua untuk memeriksa semua barang bawaan lewat sinar x dan pintu ketiga setiap tangan pembesuk harus dicap. Yang paling haram dibawa masuk kedalam Rutan adalah HP dan power bank. Kedua jenis barang itu harus dititipkan diluar.
Saat kami masuk ke sebuah ruangan untuk pembesuk, ada Kanjeng Taat Pribadi yang sedang duduk bersama keluarga. Dia Nampak tersenyum kepada kami. Setelah menunggu sekitar lima menit Marthen Dira Tome pun keluar menumi kami. Dia mengenakan baju kaos oblong lengan panjang bergaris hitam. Dia Nampak segar dan kulitnya sedikit terang, mungkin karna sudah lima bulan berada didalam ruangan dan jarang terkena sinar matahari. Kami bersalaman lalu duduk di sebuah sofa disudut ruangan.
Sekilas, tak ada perubahan baik dari perawakan atapun gaya biacaranya. Rupanya sekalipun dia berada dalam tahanan tapi semua infromasi diperolahnya dengan cukup lengkap dari orang-orang yang dating membesuknya. Dia bertanya tentang bagimana proses hukum yang sedang dijalani tiga anak buahnya yang kini ditahan Kejati NTT. Ruapanya dia begitu perhatian akan nasib stafnya sementara dia sendiri sedang berjuang dalam proses hukum. Dia bahkan secara blak-blakan bicara soal kasus yang enimpa Lay Rohi. Lewi Tandirura maupun Niko Tari.
“Jangan sampai menetapkan orang sebagai tersangka sesuka-sukanya. Ini perlu kehati-hatian, jangan sampai karna kita sedang pegang pisau dan mau potong semua orang yang penting luka dulu, Jangan menggunakan teori balas dendam,” tegas Marthen Rabu, (26/4/2017).
Dia mengatakan ada tindakan kesewenangan yang dilakukan oleh Kejati NTT dengan menetapkan beberapa pejabat di Sabu Raijua menjadi tersangka dan langsung menahan mereka tanpa dasar yang pasti. Semenjak MK mencabut frasa dapat dalam pasal 2 dan 3 undang-undang Tipikor maka jaksa tidak bisa sewenang-wenang menetapkan orang menjadi tersangka hanya berdasarkan dugaan.
“Harus ada kerugian Negara yang ril dan pasti atau actual loss bukan perkiraan atau potensial loss sesuai dengan Perma nomer 4 tahun 2016. Hal itu harus berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh lembaga yang diakui oleh Negara yakni BPK. Saya mendapatkan laporan bahwa semua orang menjadi takut untuk bekerja di Sabu Raijua, hanya karna takut jangan sampai bermasalah hokum. Akibatnya ada banyak konsekwensi yang akan diterima oleh Kabupaten Sabu Raijua seperti pemotongan anggaran oleh pemerintah pusat. Atas dasar apa mereka melakukan pemeriksaan di Sabu, kalau hanya laporan orang mabuk dijalan atau DPRD yang mabuk-mabuk di jalan lalu dia melakukan pemeriksaan, maka pertanyaannya adalah kenapa pemeriksaan BPK selama ini baik-baik saja. Ini adalah bentuk kejahatan dalam dunia hukum dan saya sedang alami itu” tandas Marthen.
Untuk itu dia meminta dengan tegas kepada masyarakat Sabu Raijua dan seluruh elemen yang ada untuk tidak berdiam diri karna ada pihak tertentu yang ingin membawa Sabu raijua ke jurang kebinasaan. Ada pencitraan seolah-olah Sabu Raijua hanya dihuni oleh para pencuri dan koruptor. “Saya meminta kepada semua masyarakat, para pemuda-pemudi dan organisasi masyarakat untuk bangkit dan pertanyakan itu. Jangan karna kita terlalu lama dijajah lalu kita bermentak sebagai budak. Sabu Raijua ada dalam wilayah hukum kejari Sabu Raijua, tapi kenapa Kejati NTT memporak-poranda daerah itu,” tegas Marthen.
Secara khusus Marthen juga berpesan kepada Plt Bupati, Nikodemus Rihi Heke untuk tidak boleh diam melihat fenomena yang sedang terajdi di Sabu Raijua sebab akan berdampak buruk dalam jangka panjang bagi pembangunan di wilayah itu. “Dia harus memiliki marwah yang cukup untuk melawan semua ini supaya tidak teropini seakan Sabu Raijua dihuni oleh para koruptor hanya karna dua orang jaksa yang datang ke Sabu Raijua. Saya merasa apa yang saya buat di Sabu sudah benar,” tegasnya.
Dia juga telah meminta tim Pengacara untuk segera melakukan langkah-langkah hukum untuk tiga orang staf yang telah ditahan oleh Kejati NTT. “Saya sudah minta kepada pengacara untuk segera mengambil langkah hukum mulai dari pengajuan penangguhan penahanan dan jika itu tidak dilakukan maka segera lakukan praperadilan,” ungkapnya.
Ditanya tentang kesiapannya untuk diperiksa terkait dugaan korupsi yang melibatkan tiga sorang yang kini ditahan Kajati NTT, Marthen secara tegas mengatakan siap. “Jangan itu, kalau dia datang periksa sini boleh atau jika saya bebas dari sini, tidak perlu dia dating sini, saya yang akan pergi cari dia. Tidak perlu saya dipanggil saya pasti datang. Saya harap dia jangan telinga tipis, jika ada orang teriak dipinggir jalan lalu dia bereaksi terlalu berlebihan,” ungkapnya.
Tak terasa waktu telah usai untuk para pengunjung dan kami harus sudahi pertemuan sekalgus wawancara khusus ini. Marhen kemudian mengantar kami sampai pintu area steril. Dia banyak guyon dengan sesame tahanan maupun para Napi yang nampaknya sudah akrab. Kamipun berpelukan sebelum kami melewati pintu keluar dan dia harus kembali ke dalam tahanannya. (joey rihi ga)